KPPU Investigasi Dugaan Monopoli Gas di Sumut
Berita

KPPU Investigasi Dugaan Monopoli Gas di Sumut

Persidangan akan segera digelar Oktober 2016.

FNH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kilang. Foto: SGP
Ilustrasi kilang. Foto: SGP
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menggelar sidang perdana terkait dugaan monopoli gas oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) di daerah Sumatera Utara, khususnya gas industri. Rencananya, sidang perdana akan digelar pada medio Oktober mendatang di Kantor KPPU, Jakarta Pusat.

Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf menjlaskan kasus dugaan monopoli gas ini diinvestigasi Komisi berdasarkan informasi dari masyarakat. KPPU diketahui telah melakukan investigasi sejak dua tahun terakhir. Hasilnya, ada dugaan kuat PGN Sumatera Utara melakukan monopoli pasar. “KPPU sudah memiliki bukti-bukti yang menjadi alat bukti untuk memperkarakan PGN,” kata Syarkawi saat konperensi pers di Kantor KPPU, Jakarta, Selasa (27/9).

Syarkawi mengklaim Komisi sudah mengantongi tiga bukti atas dugaan monopoli yang dilakukan PGN. Pertama, dalam hal distribusi gas di wilayah Sumut, hingga 100 persen pasar dimanfaatkan PGN dengan cara menetapkan harga jual gas ke konsumen. Harganya relatif eksesif dan sangat mahal. Tim investigator KPPU sudah memiliki hitungan harga wajar yang harusnya dikenakan kepada konsumen. Dari kalkulasi itu, ada  margin yang sangat besar.

“Dibandingkan dengan harga yang berlaku atau ditagihkan ke konsumen, ada margin sangat besar dan hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang memonopoli pasar. Ini bentuk abuse monopoli dari PGN,” ungkapnya.

Kedua, PGN diduga melakukan praktik monopoli karena melakukan penetapan harga ke konsumen secara sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Hal ini, lanjut Syarkawi, membuktikan PGN menetapkan harga secara sepihak yang justru menunjukkan posisi tawar PGN ke konsumen sangat besar. Di pasar yang sehat, lanjut Syarkawi, harusnya terjadi tawar menawar. Komisi menduga PGN menetapkan harga sendiri dimana konsumen tidak memiliki bargaining posisi untuk melakukan penawaran.

Ketiga, adanya klausula dalam perjanjian beli gas yang tidak seimbang dan ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang memiliki posisi monopoli. Dalam klausula kontrak Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) yang ditemukan dalam investigasi, ada perjanjian PGN bisa menghentikan distribusi gas secara sepihak jika konsumen bersengketa dengan PGN. Isi kontrak diduga dibuat secara sepihak oleh PGN tanpa melibatkan konsumen. “Fakta ini kemudian diyakini (dugaan monopoli) sehingga KPPU membawa kasus ini ke persidangan,” tegasnya.

Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean menambahkan dalam perkara ini pihaknya mengacu pada salah satu regulasi yakni Permen ESDM No. 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Gas Bumi Melalui Pipa karena dugaan monopoli terjadi pada 2014-2015. Dalam Permen ini, kata Gopprera, belum ada aturan yang menjelaskan mengenai mekanisme penetapan harga gas industri di pasar.

Peraturan terbaru Menteri ESDM, kata Gopprera, yakni Permen ESDM No. 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi, Pemerintah sudah mengatur mengenai mekanisme penetapan harga gas bumi. Aturan tersebut diatur dalam Pasal 16 yang menyebutkan bahwa penetapan harga harus dilakukan dengan pertimbangan keekonomian lapangan, harga gas di dalam negeri maupun pasar dunia, dan nilai tambah dari pemanfaatan gas di dalam negeri.

Pertimbangan lain yang juga harus diperhatikan adalah kemampuan daya beli konsumen dalam negeri. Dukungan terhadap program pemerintah untuk penyediaan gas bumi bagi transportasi dan rumah tangga maupun pelanggan kecil juga harus menjadi dasar penetapan harga. Terakhir, bahan bakar atau energi substitusi yang harus dilihat dalam menetapkan harga.

Untuk diketahui, demi menjaga daya saing industri, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres No. 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Perpres ini menetapkan tujuh sektor yang akan mendapatkan rekomendasi potongan harga gas. Ketujuh industri tersebut adalah industri baja, industri keramik, industri kaca, industri petrokimia, industri pupuk, industri oleochemical dan industri sarung tangan karet.
Tags:

Berita Terkait