Manfaat Pembiayaan Karya Pelaku Ekonomi Kreatif yang Menjadi Jaminan
Kolom

Manfaat Pembiayaan Karya Pelaku Ekonomi Kreatif yang Menjadi Jaminan

Contoh negara yang sangat populer dalam memanfaatkan sektor kekayaan intelektual adalah Amerika Serikat sebagai negara dengan penerimaan atas hak kekayaan intelektual terbesar di dunia.

Bacaan 6 Menit

Selanjutnya dijelaskan dalam PP No. 24/2022 bahwa lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan non-bank harus melakukan beberapa proses terlebih dahulu sebelum memberikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, yaitu:

  1. verifikasi terhadap usaha Ekonomi Kreatif;
  2. verifikasi surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa;
  3. penilaian Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan;
  4. pencairan dana kepada Pelaku Ekonomi Kreatif; dan
  5. penerimaan pengembalian Pembiayaan dari Pelaku Ekonomi Kreatif sesuai perjanjian.
  6. (Vide Pasal 8 PP No. 24/2022).

Proses di atas menjadi amat penting karena bank harus melakukan appraisal atau penaksiran harga sebelum kekayaan intelektual tersebut dijaminkan. Terlebih, sudah menjadi praktik umum bahwa lembaga pembiayaan dalam melakukan usahanya menggunakan prinsip kehati-hatian dan wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah atau debitur untuk melunasi utangnya dan mengembalikan kredit atau pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

PP No. 24/2022 bukan merupakan peraturan pertama yang mengatur mengenai kekayaan intelektual atau hak cipta sebagai sebuah jaminan fidusia. Jauh ke belakang, Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia) menyebutkan bahwa hak jaminan atas benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dapat dibebani hak tanggungan. Ketentuan ini diperjelas juga dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) yang mengatur bahwa hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Maka atas dasar itu, ditambah dengan pengaturan teknis lewat PP No. 24/2022, kekayaan intelektual yang dijamin oleh hak cipta sebagai benda tidak berwujud sudah layak sebagai jaminan fidusia.

Hingga hari ini, lembaga pembiayaan pada umumnya belum mempunyai instrumen untuk memberikan kredit atau pinjaman kepada pemilik kekayaan intelektual. Mereka masih memakai prosedur konvensional bersama pihak jasa penilai yakni jika ada yang ingin mengajukan pinjaman maka jaminannya adalah sesuatu yang berwujud seperti tanah, bangunan, mobil dan lain sebagainya.

Bercermin dari Praktik di Negara Lain

Problematika yang disebutkan di atas masih menjadi pekerjaan rumah besar dalam penerapan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kekayaan intelektual menjadi objek jaminan fidusia. Pemerintah sebagai regulator memang belum menyediakan infrastruktur pendukung yang memadai, namun kita tidak bisa hanya membebankan pada satu pihak saja. Infrastruktur tersebut harus dapat dijalankan nantinya oleh lembaga pembiayaan perbankan dan non-perbankan. Mereka tentu tidak mau menyalurkan dananya tanpa kejelasan dan kepastian dari kebijakan tersebut.

Negara-negara lain di dunia, praktik di atas bukan merupakan barang baru dan sudah lama berlangsung dalam industri kreatif mereka. Contoh negara yang sangat populer dalam memanfaatkan sektor kekayaan intelektual adalah Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan negara dengan penerimaan atas hak kekayaan intelektual terbesar di dunia. Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa Amerika Serikat pada tahun 2015 mencatat penerimaan dari hak atas kekayaan intelektual senilai AS$126,2 miliar mengalahkan Belanda yang berada di posisi kedua dengan nilai AS$42,8 miliar serta Jepang di tempat ketiga dengan nilai AS$36,6 miliar.

Tags:

Berita Terkait