Manfaat Pembiayaan Karya Pelaku Ekonomi Kreatif yang Menjadi Jaminan
Kolom

Manfaat Pembiayaan Karya Pelaku Ekonomi Kreatif yang Menjadi Jaminan

Contoh negara yang sangat populer dalam memanfaatkan sektor kekayaan intelektual adalah Amerika Serikat sebagai negara dengan penerimaan atas hak kekayaan intelektual terbesar di dunia.

Bacaan 6 Menit

Contoh lainnya, pencipta lagu asal Inggris, David Bowie yang berhasil melakukan sekuritisasi hak cipta dengan menerbitkan obligasi senilai AS$55 miliar pada 1997. Instrumen pembiayaan itu kemudian dikenal sebagai Bowie Bonds. Surat utang ini ditawarkan Bowie ke investor dengan tingkat bunga 7,9% dengan tenor 10 tahun.

Selanjutnya ada pula salah satu bank swasta Merrill Lynch di Amerika Serikat pada tahun 2005 silam. Merrill Lynch pernah mengucurkan dana kredit senilai AS$525 juta atau Rp8,2 triliun kepada Marvel Studios selama 7 tahun. Rumah produksi film itu menawarkan karakter Thor dan Captain America sebagai jaminan untuk mendapatkan uang modal bisnis membuat film-film selanjutnya. Padahal, karakter Thor dan Captain America bukan sesuatu berwujud bisa dipegang seperti bangunan atau tanah. Tetapi, Merrill Lynch mau memberikan dana ke Marvel Studio dengan risiko jika gagal membayar maka kedua karakter itu menjadi milik Merrill Lynch.

Bagi kami, jika pemerintah ingin memberlakukan PP No. 24/2022 maka sebaiknya ada skema uji coba untuk melihat persoalan praktis dari PP No. 24/2022 tersebut. Pertama, pemerintah menunjuk bank atau lembaga pembiayaan terlebih dahulu untuk menjadi percontohan dalam menerapkan PP No. 24/2022. Kedua, pemerintah dapat membentuk, menunjuk atau membuka lelang terbuka terkait tim profesional yang menjadi tim jasa penilai kekayaan intelektual sebagai pijakan dasar bank dan lembaga keuangan mau memberikan pinjaman bagi pemilik kekayaan intelektual. Ketiga, pemerintah dapat mempromosikan dan mengundang para pelaku ekonomi kreatif untuk dapat berbondong-bondong menggunakan karya nya sebagai jaminan dengan aturan main yang telah dijelaskan sebelumnya.

Dalam penentuan jasa penilai kekayaan intelektual tersebut juga tidak bisa sembarangan dilakukan. Seperti tertuang di PP No. 24/2022, si penilai haruslah berizin dan terdaftar kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif sehingga individu atau badan hukum yang bersangkutan harus memiliki kompetensi penilaian kekayaan intelektual. Terkait jasa penilai, saya memandang pemerintah harus juga membuat aturan mengenai jasa penilai kekayaan intelektual sebagai dasar lembaga keuangan mau memberikan pinjaman bagi pelaku ekonomi kreatif. (Vide Pasal 12 ayat (3) PP No. 24/2022)

PP No. 24/2022 akan berlaku per Juli 2023 ini, sampai dengan kolom ini dibuat, belum ada informasi dari pihak-pihak perbankan bagaimana mereka nanti menerapkan kebijakan PP 24/2022 tersebut. Besar harapannya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang dalam hal ini berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat pula mengkaji terkait konkretisasi dan kelayakan kekayaan intelektual sebagai aset dalam menjadi jaminan kredit tersebut agar dapat memberikan kepastian kepada pelaku ekonomi kreatif, lembaga pembiayaan dan masyarakat pada umumnya demi memajukan industri ekonomi kreatif di Indonesia.

Segala pekerjaan rumah yang muncul memang bukan tugas yang mudah tetapi tidak ada yang mustahil apabila dilakukan secara bersama-sama. Pondasi telah tertanam, hanya kita sendiri yang dapat memutuskan apakah akan menilik peluang ini lebih jauh atau hanya puas dengan sistem yang biasa ada. Semua hal ini dilakukan pastinya dengan harapan, adanya kemudahan memperoleh jaminan kredit, tentu pelaku ekonomi kreatif yang juga sebagai pemilik kekayaan intelektual dapat membuka lapangan pekerjaan lebih banyak dan berkontribusi lebih luas lagi terhadap pendapatan negara dari sektor ekonomi kreatif. Semoga!!!

*)Ardhiyasa, S.H., adalah Advokat di Jakarta, Pengurus dan Kurator AKPI dan Konsultan Kekayaan Intelektual AKHKI. Kelvin Aditya Pratama, S.H., adalah Advokat di Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait