Mayoritas Konsumen Setuju Sanksi Bagi Perokok
Berita

Mayoritas Konsumen Setuju Sanksi Bagi Perokok

Implementasi Pergub DKI tentang Kawasan Dilarang Merokok belum efektif.

Mys
Bacaan 2 Menit
Implementasi Pergub DKI tentang Kawasan Dilarang Merokok belum efektif. Foto: Mys
Implementasi Pergub DKI tentang Kawasan Dilarang Merokok belum efektif. Foto: Mys

Mayoritas pengunjung hotel dan restoran setuju adanya kawasan dilarang merokok, bahkan lebih dari separuh konsumen menyetujui pemberian sanksi kepada orang yang tetap merokok di kawasan terlarang. Survei terbaru yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan 76 persen pengunjung hotel dan 80 persen pengunjung restoran setuju terhadap pengenaan sanksi denda kepada perokok yang memasuki hotel dan restoran.

 

Dilansir di Jakarta, Selasa (10/1), survei YLKI berangkat dari pertanyaan dasar apakah penetapan Kawasan Dilarang Merokok dapat menurunkan kunjungan konsumen ke hotel dan restoran. Kritik pengelola hotel dan restoran berangkat dari asumsi bahwa pelarangan aktivitas merokok terhadap pengunjung dapat mempengaruhi tingkat hunian atau kunjungan. Hasil survei yang dilaksanakan terhadap 100 hotel dan 100 restoran di Jakarta menunjukkan sebaliknya. “Jadi, asumsi itu hanya mitos,” kata peneliti YLKI, Tulus Abadi.

 

Dengan mewawancarai 994 pengunjung hotel dan restoran, diperoleh angka bahwa 50 persen pengunjung hotel dan restoran mengaku terganggu oleh asap rokok orang lain. Sebagai respons atas masalah itu, sebagian konsumen menegur langsung, sebagian lagi melapor ke sekuriti hotel. “Intinya, ada perlawanan dari konsumen,” kata Tulus.

 

Menariknya, mayoritas konsumen setuju perokok dikenakan sanksi denda. Hanya 24 persen pengunjung hotel dan 20 persen pengunjung restoran yang tidak setuju penjatuhan sanksi. Survei juga memperlihatkan mayoritas konsumen lebih setuju denda berkisar antara 250 ribu hingga 500 ribu rupiah. Selebihnya, 18 persen setuju denda antara 500 ribu hingga satu juta, dan 27 persen setuju jika denda lebih tinggi dari satu juta rupiah.

 

Penjatuhan sanksi denda bagi perokok bukan perkara gampang. Meskipun payung hukum sudah ada dan jelas, penerapannya tak semudah membalik telapak tangan. Apalagi kalau menyangkut pelayanan hotel dan restoran. DKI Jakarta misalnya sudah punya peraturan tentang kawasan dilarang merokok, terakhir dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 88 Tahun 2010. Pergub ini adalah revisi terhadap Pergub tahun 2005.

 

Berdasarkan Perda Kawasan Dilarang Merokok, yang bisa dikenakan sanksi bukan hanya perokok, tetapi juga pimpinan atau penanggung jawab kawasan dilarang merokok. Bahkan izin badan usaha bisa dicabut jika larangan itu diabaikan (Pasal 27 Pergub DKI No 75 Tahun 2005). Cuma, Tulus Abadi berpendapat Peraturan Gubernur tersebut belum diimplementasikan dengan baik.

 

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Bambang Sumantri mengakui sanksi dalam Pergub tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya. Pemerintah provinsi masih lebih menekankan pada sosialisasi dan persuasi. “Kami belum tegas karena banyak pertimbangan,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: