Menggugah Kesadaran atas Nilai Historis Gedung Hukum
Fokus

Menggugah Kesadaran atas Nilai Historis Gedung Hukum

Masalahnya bukan hanya terletak pada aturan. Tetapi juga membangun kesadaran tentang pentingnya melestarikan peninggalan sejarah yang menggambarkan dinamika penegakan hukum di Indonesia.

MYS/CR-14
Bacaan 2 Menit

Advokat, yang oleh UU No. 18 Tahun 2003 dinyatakan sebagai penegak hukum, juga kurang memiliki rekaman perjalanan gedung organisasinya. Kantor-kantor firma hukum pada masa-masa awal Republik sedikit disinggung dalam buku Daniel S Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan (1990).

Minimnya catatan histiros gedung hukum tak lepas dari penghargaan kita terhadap arsip. Tengoklah arsip-arsip lama di pengadilan yang ditumpuk begitu saja tanpa menggunakan sistem pengarsipan nasional. Padahal setiap lembaga berkewajiban mengamankan, melindungi dan melestarikan arsip yang penting bagi kepentingan nasional.

Kurang Perhatian
Perhatian terhadap gedung hukum bersejarah diakui Prof. Mardjono Reksodiputro, sangat minim. Tokoh pendidikan hukum yang kini menjabat sebagai Sekretaris Komisi Hukum Nasional (KHN) ini berpendapat kurangnya pelestarian gedung hukum tak lepas dari minimnya perhatian pada pelestarian gedung-gedung hukum yang bersejarah.

“Selama ini saya tidak melihat adanya upaya yang konkret dari pemerintah untuk melindungi dan melestarikan gedung-gedung penegakan hukum,” ujarnya kepada hukumonline.

Jangankan gedung yang punya nilai historis dengan penegakan hukum, gedung-gedung bersejarah pun acapkali menjadi korban untuk kepentingan bisnis. Menurut Prof. Mardjono, persoalannya bukan karena ketiadaan peraturan yang melindungi. Tetapi lebih pada upaya membangun kesadaran akan pentingnya melestarikan peninggalan sejarah sebagai refleksi realitas yang bisa diambil pelajaran dari masa lalu, khususnya sejarah penegakan hukum.

Sebagian mereka sudah dilestarikan dan dijadikan cagar budaya tanpa mengidentifikasi khusus sebagai lembaga hukum. Misalnya, gedung Musium Sejarah Jakarta, yang dibangun pada 1620 oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoen Coen. Gedung ini pernah dijadikan  sebagai kantor Raad van Justitie, disamping fungsi utama sebagai balaikota. Raad van Justitie.

Menurut Mr. R. Tresna, dalam bukunya Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad (1957), Raad van Justitie adalah badan peradilan tingkat pertama dan terakhir untuk pegawai dan serdadu Belanda. Sebagaimana diuraikan Tresna, struktur pengadilan bentukan Hindia Belanda juga ditemukan di berbagai daerah, dan tentu saja punya gedung historis yang mungkin sebagaian besar sudah lenyap.

Tags:

Berita Terkait