Mengurai Polemik Peraturan Tata Niaga Perdagangan
Utama

Mengurai Polemik Peraturan Tata Niaga Perdagangan

Pemerintah siap menghapus regulasi tata niaga perdagangan yang menghambat, menimbulkan ketidakpastian usaha hingga mendistorsi kegiatan ekonomi masyarakat.

ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Menko Perekonomian Darmin Nasution. Foto: RES
Menko Perekonomian Darmin Nasution. Foto: RES
Pemerintah melihat, saat ini ada kecenderungan beberapa kementerian/lembaga ingin mengatur tata niaga perdagangan namun malah menimbulkan ketidakpastian usaha. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, terhadap regulasi tata niaga perdagangan yang menghambat, menimbulkan ketidakpastian usaha hingga mendistorsi kegiatan ekonomi masyarakat, siap dihapus.

"Pada tahun pertama deregulasi, peraturan tata niaga itu menurun. Namun tahun 2016, naik lagi, bahkan lebih tinggi dari sebelum pelaksanaan deregulasi," kata Darmin seusai rapat koordinasi pembahasan tata niaga di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (5/4).

Upaya ini, lanjut Darmin, menimbulkan keluhan dari para pelaku usaha lantaran regulasi-regulasi tersebut berdampak pada industri, investasi, ekspor dan inflasi sehingga mengganggu proses bisnis yang tengah berjalan. Ia berharap, persoalan ini dapat segera teratasi.

Darmin mengatakan, terdapat 23 regulasi tata niaga yang menjadi ketentuan larangan terbatas (Lartas) impor dan ekspor yang terbit dalam masa paket kebijakan ekonomi. Seluruh regulasi tersebut lahirbaik yangtidak terkoordinasi dengan Satgas Deregulasi maupun yang bersifat melengkapi pelaksanaan paket kebijakan.

"Kita akan minta mereka untuk me-review, apakah kalau memang mau dipertahankan alasannya apa, kalau alasannya tidak cukup, kita akan hapus," kata Darmin. (Baca Juga: Indonesia Butuh Lawyer Terbaik!)

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian, Edy Putra Irawady, menambahkan, ada 12 peraturan yang merupakan Lartas Baru dan sembilan diantaranya belum sesuai dengan arahan yang tercantum dalam paket kebijakan ekonomi.

"Juga ada 11 peraturan Lartas bukan dalam rangka paket kebijakan ekonomi, lima diantaranya bersifat restriktif," kata Edy.

Saat ini, posisi Lartas di Indonesia mencapai 51 persen dari 10.826 pos tarif Harmonized System (HS) barang impor yang tata niaganya diatur oleh 15 kementerian lembaga sebagai ketentuan Lartas. Sebagai pembanding, rata-rata negara ASEAN memiliki ketentuan lartas hanya sebesar 17 persen karena masing-masing Kementerian Lembaga memberlakukan syarat edar (perlindungan konsumen) menjadi syarat impor, seperti SNI dan SKI BPOM.

Di sisi lain, terdapat 18 kasus tata niaga yang kalah dalam sengketa WTO, karena telah melanggar ketentuan perizinan impor dan komitmen internasional untuk mentransformasikan non tariff barriers menjadi tarif dengan ikatan maksimal tarif 40 persen. (Baca Juga: Pradnyawati: Tak Sampai 5 Law Firm Jago Hukum Perdagangan Internasional)

Untuk itu, pemerintah akan mengkaji usulan tata niaga dan menerbitkan Instruksi Presiden untuk membekukan penerbitan peraturan tata niaga baru pada 15 Kementerian Lembaga. Pemerintah juga akan mengevaluasi regulasi ekspor dan impor yang berjalan serta melakukan rasionalisasi peraturan, menghilangkan duplikasi atau pengulangan dan pengurangan tata niaga.

Paket Kebijakan XV
Masih dalam menghadapi persoalan tata niaga perdagangan, Pemerintah tengah menyiapkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XV tentang logistik khususnya berkaitan dengan pelayanan portal Indonesia National Single Window (INSW) serta waktu tunggu barang keluar dari pelabuhan (dwelling time).

Darmin menyebutkan, kebijakan tersebut akan dirilis lebih awal. Namun, masih ada sejumlah hal yang belum tuntas dan perlu dilengkapi. “Ada banyak soalnya ada 16 atau 17 aturannya. Saya bilang tidak mau kalau belum selesai,” katanya. (Baca Juga: Pemerintah Sebut Paket Kebijakan XV Tinggal Finalisasi)

Sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenko Perekonomian, database Lartas INSW per Februari 2017, dari total 9143 HS Ekspor terdapat 882 atau sebesar 8,8 persen HS Lartas Ekspor. Sementara untuk impor, dari total 5235 HS Impor terdapat 4790 atau sebesar 47,8 persen HS Lartas Impor.

Atas dasar itu, Pemerintah terus melakukan pembenahan dalam implementasi INSW melalui sinkronisasi prosedur tata niaga, persaingan antar pengusaha serta persyaratan edar dan impor barang yang selam ini menjadi penyebab perpanjangan waktu dwelling time.

Adapun usulan rekomendasi yang perlu dilakukan adalah, penetapan kode HS yang memiliki beberapa persyaratan perizinan harus dilakukan lebih detail oleh kementerian dan lembaga terkait. Perlunya mekanisme baku dan jelas atas perlakuan terhadap jenis barang yang sama. Perlu penyamaan persepsi antara kementerian dan lembaga terkait kode HS dan uraian jenis barang. Serta, perlu kesepakatan antar kementerian dan lembaga mengenai definisi jenis barang yang diatur.
Tags:

Berita Terkait