Mentan Akui Terima Uang Terkait SKRT Dephut
Berita

Mentan Akui Terima Uang Terkait SKRT Dephut

Namun, uang sudah diserahkan ke KPK sebagai gratifikasi.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mentan Suswono saat bersaksi untuk perkara korupsi SKRT Dephut di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/6). Foto: RES.
Mentan Suswono saat bersaksi untuk perkara korupsi SKRT Dephut di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/6). Foto: RES.
Menteri Pertanian Suswono mengaku menerima uang sebesar Rp50 juta dan AS$2000 terkait pembahasan anggaran kegiatan revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan (Dephut) tahun 2007. Uang tersebut diterima Suswono saat menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPR periode 2004-2009.

“Saya menerima dari Sekretariat Komisi IV, Ibu Tri Budi Utami. Saya tanya dari mana? Dari Pak Ketua (Komisi IV) katanya. Saya tanya ke Pak Ketua, ini pemberian apa? Beliau spontan mengatakan ini SKRT,” kata Suswono saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi Anggoro Widjojo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/6).

Mendengar jawaban Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faishal, sebenarnya Suswono ingin langsung menolak. Pasalnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memerintahkan kader-kadernya tidak boleh menerima pemberian. Mengingat hal itu, Suswono bersama PKS berkonsultasi ke pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas.

Menurut Suswono, dalam konsultasi itu, Erry menyarankan agar Suswono menerima terlebih dahulu pemberian uang. Kemudian, setelah diterima, Suswono diminta menyerahkan uang ke KPK sebagai gratifikasi. Ada dua pertimbangan mengapa Suswono disarankan tidak langsung menolak pemberian uang.

Pertama, karena timbul kekhawatiran, apakah jika uang langsung ditolak, si perantara yang memberikan uang benar-benar mengembalikan kepada si pemberi. Kedua, kalautoh dikembalikan kepada si pemberi, apakah nama Suswono pasti akan dihapus dalam dokumen yang mungkin sudah mencantumkan Suswono.

Suswono menjelaskan, selama menjadi Wakil Ketua Komisi IV DPR sejak tahun 2006, sudah banyak pemberian dari berbagai pihak. Suswono selalu mengikuti saran KPK dengan menerima pemberian terlebih dahulu, baru dikembalikan ke KPK. Ia bahkan memiliki daftar uang-uang apa saja yang sudah dikembalikan ke KPK.

Sepanjang 2006, Suswono menyerahkan gratifikasi sejumlah Rp237,3 juta, Sing$33 ribu, dan cek perjalanan senilai Rp150 juta ke KPK. Kemudian, pada 2007, Suswono telah menyerahkan gratifikasi sejumlah Rp300,15 juta, AS$39,7 ribu, cek perjalanan senilai Rp150 juta, dan satu unit telepon genggam seharga Rp1 juta ke KPK.

Ia menyatakan, penerimaan terkait SKRT dikembalikan ke KPK pada 6 September 2007, masih dalam bulan yang sama sejak Suswono menerima pemberian dari Tri Budi Utami. Suswono mengaku, selain dirinya, ada beberapa anggota Komisi IV dari fraksi PKS, seperti Tamsil Linrung dan Syamsul Hilal yang menerima uang SKRT.

Namun, Suswono meyakini kedua kader PKS itu pasti telah mengembalikan ke KPK. Ia melanjutkan, ketika menerima pemberian uang, Komisi IV sedang melakukan pembahasan anggaran, yang salah satunya terkait SKRT di Dephut. Dari keseluruhan anggaran, Dephut mengusulkan alokasi anggaran di atas Rp600 miliar.

Pada mulanya, Suswono secara pribadi tidak setuju dengan usulan anggaran revitalisasi SKRT di Dephut. Meski SKRT dahulu sangat diperlukan untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan illegal logging, faktanya penggunaan SKRT tidak efektif. Terlebih lagi, saat ini, sudah ada telepon seluler yang memudahkan komunikasi.

Lalu, Komisi IV membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Kehutanan yang diketuai Hilman Indra untuk membahas dan mengecek ke lapangan. Setelah Pokja Kehutanan melakukan pengecekan ke beberapa wilayah dan membahas secara intensif, akhirnya semua anggota Komisi IV menyetujui alokasi anggaran revitalisasi SKRT.

Suswono mengungkapkan ada dua pertimbangan mengapa Komisi IV akhirnya menyetujui usulan anggaran revitalisasi SKRT Dephut. “Pertama, tower operatorhandphone tidak ada di semua tempat. Kedua, kemungkinan akan ada tuntutan dari pihak penyedia, karena ini sudah ada loan yang tentu ada konsekuensinya,” ujarnya.

Dengan demikian, Suswono mengaku dirinya bersama pimpinan Komisi IV lainnya menandatangani dokumen persetujuan usulan anggaran yang akan dikirimkan ke Dephut. Ia mengatakan, dalam penganggaran SKRT, selain Dephut, PT Masaro Radiocom juga merupakan pihak yang berkepentingan.

Walau mengetahui pemberian uang Rp50 juta dan AS$2000 dari Tri Budi Utami terkait SKRT, Suswono tidak mengetahui bahwa uang itu berasal dari bos PT Masaro Radiocom, Anggoro Widjojo. Ia hanya pernah mendengar nama Anggoro. Atas keterangan Suswono ini, Anggoro tidak menyampaikan keberatan.

Sebagaimana uraian dakwaan, Anggoro diduga menyuap Menteri Kehutanan kala itu, MS Kaban, Sekjen Departemen Kehutanan (Dephut) Boen Mochtar Purnama, serta Ketua dan sejumlah anggota Komisi IV DPR periode 2004-2009 untuk memuluskan pembahasan anggaran revitalisasi SKRT di Dephut tahun 2007.

Peristiwa ini bermula ketika Dephut mengajukan usulan persetujuan Rancangan Pagu Bagian Anggaran 69 Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) tahun 2007 senilai Rp4,2 triliun kepada DPR. Revitalisasi SKRT di Sekretariat Jenderal Dephut termasuk sebagai salah satu kegiatan yang diusulkan.

Pada 25 Juli 2007, Anggoro menginformasikan kepada Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faishal bahwa dokumen anggaran sudah ditandatangani Menhut, tapi belum dikirim kembali ke Komisi IV. Yusuf lalu meminta Kabiro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandoyo Siswanto langsung mengirimkan ke Dirjen Anggaran, Depkeu.

Ketika mengetahui dokumen anggaran sudah dikirim ke Dirjen Anggaran, Anggoro meminta anaknya, David Angkawidjaya memberikan sejumlah uang kepada Yusuf. David menghubungi Yusuf dengan mengatakan, “Pak Yusuf, saya disuruh Pak Anggoro untuk bertemu bapak” dan dijawab Yusuf, “agar dititipkan kepada Tri Budi Utami”.

Kemudian, David memberikan sejumlah uang dari Anggoro kepada Tri Budi Utami di ruang Sekretariat Komisi IV. Oleh Yusuf, uang tersebut dibagi-bagikan kepada anggota Komisi IV DPR, antara lain, Suswono sejumlah Rp50 juta, Muhtarudin sejumlah Rp50 juta, dan Nurhadi M Musawir sejumlah Rp5 juta.
Tags:

Berita Terkait