Menyoal Non-Competition Clause dalam Perjanjian Kerja
Kolom

Menyoal Non-Competition Clause dalam Perjanjian Kerja

Asas kebebasan berkontrak versus kebebasan warga negara untuk memilih pekerjaan.

Bacaan 2 Menit

 

Bisa kita bayangkan bila klausul ini diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia dengan berlindung pada asas kebebasan berkontrak, maka niscaya akan semakin banyak muncul pembatasan-pembatasan dimana seorang pekerja tidak diperbolehkan bekerja pada kantor pesaing meskipun hanya untuk waktu tertentu yang bervariasi lamanya. Keadaan ini menjadi semakin bias dengan luasnya interpretasi terhadap definisi perusahaan pesaing sehingga akan berakibat kepada semakin berkurangnya kesempatan dan kebebasan kerja bagi para tenaga kerja di Indonesia.

 

Misalnya kita ambil contoh seorang pekerja dengan latar belakang pendidikan hukum yang bekerja di kantor hukum atau pekerja dengan latar belakang pendidikan ekonomi yang bekerja pada industri perbankan yang pada awal perjanjian kerjanya menandatangani perjanjian kerja yang mencantumkan klausul tersebut. Sehingga kemudian menjadi terikat dan tidak dapat pindah kerja ke kantor hukum lain atau bank lain karena dianggap merupakan kompetitor walaupun hanya untuk jangka waktu tertentu. Padahal UU Ketenagakerjaan secara tegas menyebutkan bahwa hubungan kerja berakhir dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Apakah keadilan, kemajuan ekonomi, perluasan kebebasan dan kesempatan kerja seperti dijamin oleh UUD 1945, UU HAM dan UU Ketenagakerjaan akan dikesampingkan dengan lebih memilih penerapan asas kebebasan berkontrak yang selalu menjadi argumen pihak yang pro terhadap pemberlakuan klausul ini.

 

Pertanyaan berikutnya adalah dapatkah perusahaan lama tempat si pekerja bekerja menuntut perusahaan baru tempat pekerja tersebut bekerja atau menuntut pekerja tersebut dalam hal terjadi kasus seperti ini? Tentunya hal ini tergantung kepada apakah pengadilan akan mengakui non-competition clause ini untuk dapat diterapkan. Jika pengadilan mengakui klausul ini maka hal tersebut tentu dapat dilakukan, akan tetapi jika Pengadilan tidak mengakui klausul tersebut maka otomatis argumen tersebut seharusnya menjadi gugur.

 

Akan tetapi penulis juga memahami kekhawatiran dari kalangan pengusaha atau pemberi kerja bahwa pekerja tersebut akan membocorkan rahasia atau memberikan pengetahuannya yang mungkin bersifat rahasia dan memiliki nilai ekonomis kepada perusahaan baru tempat ia bekerja yang merupakan perusahaan kompetitor atau perusahaan baru tersebut mencoba mengambil keuntungan dari pengetahuan si pekerja terhadap perusahaan lama tempat pekerja tersebut bekerja. Menurut penulis, kekhawatiran tersebut sebenarnya dapat diminimalisir dengan jalan mengikat tenaga kerja tersebut dengan klausul confidentiality agreement atau perjanjian kerahasiaan dibandingkan dengan penggunaan non-competition clause. Seperti arrest yang terkenal di negeri Belanda antara Lindenbaum vs Cohen (keduanya pengusaha percetakan) dimana Pengadilan akhirnya menghukum Cohen dengan dalil perbuatan melawan hukum karena terbukti membujuk salah seorang pegawai Lindenbaum untuk membocorkan nama-nama klien atau pelanggan Lindenbaum berikut penawaran harganya.

 

Tetapi penting dicatat bahwa klausul confidentiality agreement tetap akan sulit dalam pembuktian dan menjangkau kemungkinan pembocoran rahasia perusahaan yang tidak berupa data-data konkrit sebagaimana tersimpan dalam pengetahuan tenaga kerja tersebut.

 

*) Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung

Tags: