MK: Pengembang Wajib Fasilitasi Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rusun
Berita

MK: Pengembang Wajib Fasilitasi Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rusun

Meski bukan pelaku pembangunan sarusun komersil, Pemerintah tetap harus turut bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembentukan P3SRS.

ASH
Bacaan 2 Menit
Pengembang apartemen sering melakukan wanprestasi<br>yang merugikan konsumen. Foto: Sgp
Pengembang apartemen sering melakukan wanprestasi<br>yang merugikan konsumen. Foto: Sgp
Pelaku pembangunan (developer) rumah susun (rusun) wajib memfasilitasi pembentukkan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) paling lambat setahun, meski satuan rumah susun (sarusun) belum sepenuhnya terjual. Demikian inti amar Putusan Mahkamah atas pengujian Pasal 75 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) yang dimohonkan 7 pemilik sarusun yakni Kahar Winardi, Wandy Gunawan, Chuzairin Pasaribu, Lanny Tjahjadi, Henry Kurniawan, Pan Esther, Liana Atmadibrata.   

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 75 ayat (1) UU Rumah Susun sepanjang frasa ‘Pasal 59 ayat (2)’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai yang dimaksud dengan ‘masa transisi’ dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (1) tidak diartikan 1 tahun tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya seluruh satuan rumah susun,” ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan bernomor 21/PUU-XIII/2015 di Gedung MK, Selasa (10/5).

Pasal 75 ayat (1) berbunyi “Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa transisi sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (2) berakhir.” Pasal 59 ayat (2)-nya menyebut “Masa transisi berakhir paling lama satu tahun sejak penyerahan pertama kali pemilik Sarusun.”

Sebelumnya, pasal itu dinilai para Pemohon telah melemahkan posisi pemilik sarusun. Bagi para pemohon pembentukan P3SRS tidak perlu difasilitasi oleh pelaku pembangunan. Sebab, penyerahan kewajiban fasilitasi pembentukan P3SRS kepada pelaku pembangunan rusun justru menghambat dan menghalangi pemilik sarusun melaksanakan kewajibannya membentuk PPPSRS.

Organisasi PPPSRS merupakan organ yang dibentuk untuk mengorganisasi pengelolaan rumah susun yang meliputi kegiatan operasional pemeliharaan dan perawatan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Dengan adanya peran strategis dan nilai ekonomis yang dimiliki PPPSRS ini, para Pemohon takut developer Rusun akan memanfaatkan penguasaan atas PPPSRS untuk meraup keuntungan.

Namun, dalam pertimbangannya, Mahkamah tidak sepenuhnya sependapat dengan para pemohon. Sebab, Mahkamah melihat ketidakpastian hukum yang dirasakan para Pemohon bukan terjadi akibat adanya frasa “pelaku pembangunan” dalam Pasal 75 ayat (1) UU Rusun yang diartikan Pemohon sebagai selain Pemerintah. Menurut Mahkamah, ketidakpastian hukum tersebut terjadi akibat adanya pertentangan antara Pasal 59 ayat (2) UU Rumah Susun dan Penjelasannya dalam mendefinisikan pengertian “masa transisi” itu.

“Hal tersebut semakin membingungkan ketika Pasal 75 ayat (1) memerintahkan pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum “masa transisi” sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (2) berakhir,” ujar Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palguna.  

Menurut Mahkamah adanya perbedaan bahkan pertentangan tersebut dapat dijadikan pembenaran oleh pelaku pembangunan untuk bertindak selaku pengelola dengan alasan Sarusun belum seluruhnya terjual meskipun sudah melampaui jangka waktu satu tahun. Sementara, pelaku pembangunan diwajibkan Pasal 59 ayat (1) UU Rumah Susun menjadi pengelola selama masa transisi.

Pemerintah Memfasilitasi
Dalam kondisi seperti ini, Mahkamah menilai meski bukan pelaku pembangunan sarusun komersil, Pemerintah tetap harus turut bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembentukan P3SRS. Hal ini dilakukan oleh Pemerintah ketika telah terbukti pelaku pembangunan telah dengan sengaja menyalahartikan tafsir kata “memfasilitasi” dalam Pasal 75 ayat (1) UU Rusun, sehingga pelaku pembangunan tidak lagi memfasilitasi pembentukan P3SRS.

Mahkamah beralasan fungsi pemerintah dalam hal ini melakukan pembinaan yang mencakup beberapa aspek yakni pengendalian dan pengawasan apabila terdapat cukup bukti pelaku pembangunan sengaja menafsirkan pengertian ‘memfasilitasi’ dalam Pasal 75 ayat (1) UU Rumah Susun sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan maksud ketentuan tersebut.

“Pemerintah dibenarkan oleh Undang-Undang a quo mengambil langkah-langkah konkrit untuk menjamin pelaksanaan UU Rumah Susun sesuai dengan maksud dan tujuannya,” tambah Palguna. 
Tags:

Berita Terkait