MK Hapus Peran Pengadilan Urus Akta Kelahiran
Utama

MK Hapus Peran Pengadilan Urus Akta Kelahiran

Karena akan membebani masyarakat dari sisi waktu dan biaya.

ASH
Bacaan 2 Menit

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai pelayanan akta kelahiran menjadi rumit dan berbelit-belit akibat kelahiran yang terlambat dilaporkan kepada Instansi Pelaksana setempat yang melampaui batas waktu 60 hari hingga 1 tahun dan harus dengan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat. Ditambah lagi, jika lewat 1 tahun harus dengan penetapan pengadilan seperti diatur Pasal 32 ayat (2).

Karena itu, frasa “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam proses penerbitan akta kelahiran karena persetujuan bersifat internal di Instansi Pelaksana. Karena itu, demi kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang terlambat dilaporkan seperti dimaksud Pasal 32 ayat (1) perlu keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana.

“Sehingga frasa “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang a quo harus dimaknai sebagai “keputusan” Kepala Instansi Pelaksana,” tutur Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.  

Menurut Mahkamah, keterlambatan melaporkan kelahiran melebihi satu tahun yang harus dengan penetapan pengadilan memberatkan masyarakat. Baik yang tinggal jauh di daerah pelosok, maupun di perkotaan. Lagipula, proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam, sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum.

Proses memperoleh akta kelahiran yang membutuhkan prosedur administrasi dan waktu yang panjang serta biaya yang lebih banyak dapat merugikan penduduk. Karena itu, Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk selain bertentangan UUD 1945, hal tersebut juga bertentangan dengan prinsip keadilan. Karena keadilan yang tertunda sama dengan keadilan yang terabaikan (justice delayed, justice denied).

“Jadi, frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk menjadi tidak relevan lagi setelah Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam Pasal 32 ayat (1) harus pula dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegasnya.

Usai sidang, salah satu pemohon Sholeh Hayat sangat bersyukur dengan dikabulkan pengujian ini. “MK telah memperhatikan kepentingan masyarakat yang selama ini sulit mengurus akta kelahiran. Sejak putusan ini, masyarakat akan dipermudah mengurus akta kelahiran, tidak perlu lagi ke pengadilan,” kata Sholeh.        

Tags:

Berita Terkait