MK Pastikan Hak Pekerja dalam Kepailitan
Kolom

MK Pastikan Hak Pekerja dalam Kepailitan

Dari sisi kepentingan kurator, putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 mempermudah kurator dalam menjalankan tugasnya. Kurator tidak perlu berdebat lagi dengan pekerja, kreditur separatis maupun petugas pajak.

Bacaan 2 Menit

Upah di dalam praktik hubungan kerja dikelompokkan ke dalam tiga komponen, yaitu upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. Tunjangan tetap adalah tunjangan tambahan yang tidak terkait dengan gaji pokok yang dibayar perusahaan secara rutin kepada pekerja yang pembayarannya tidak dipengaruhi oleh syarat kehadiran bekerja. Sedangkan tunjangan tidak tetap merupakan penerimaan pekerja dari perusahaan yang nilai dan pembayarannya dipengaruhi oleh syarat tertentu, seperti kehadiran. Yang lazim ditetapkan sebagai tunjangan tidak tetap, misalnya tunjangan kehadiran, tunjangan makan, tunjangan transport.  

UU Ketenagakerjaan tidak mengenal definisi hak-hak lainnya. Untuk mengetahui apa saja yang disebut hak-hak lainnya dari pekerja, harus dikorelasikan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketika perusahaan diputus pailit, peristiwa yang lazim terjadi adalah PHK. Pekerja yang di PHK bukan karena melakukan kesalahan, sesuai UU Ketenagakerjaan, berhak memperoleh uang pesangon. Ketika pekerja di PHK, baik karena alasan pailit maupun alasan lainnya, uang pesangon dihitung secara normatif, berpedoman pada masa kerja, upah pokok, dan tunjangan tetap.

Kalau merujuk pada kasus tertentu, putusan kepailitan tidak serta merta menghentikan operasional perusahaan. Hal itu dialami oleh PT. Citra Televisi Pendidikan Indonesia, PT. Telkomsel, dan PT. Dirgantara Indonesia. Tetapi, pada kasus kepailitan yang lain, putusan kepailitan langsung menghentikan operasional perusahaan, seperti dialami perusahaan penerbangan, Batavia Air.

Ketika perusahaan dinyatakan pailit oleh pengadilan, masalah utama bagi pekerja adalah pembayaran uang pesangon. Ketika MK mengatakan pembayaran upah pekerja didahulukan dari tagihan pajak dan kreditur lainnya, MK memberi alasan bahwa upah pekerja yang belum dibayar debitur sebelum diputus pailit, merupakan hak dasar pekerja yang tidak boleh hapus maupun dikurangi.

Sebaliknya, kalau pekerja memiliki hak-hak lainnya, seperti uang pesangon, bertolak dari putusan MK di atas, kurator dapat membayar pesangon setelah melunasi tagihan kreditur separatis. Terkait pembayaran uang pesangon, MK tidak mengubah posisi pekerja. MK memposisikan pekerja tetap sebagai kreditur preferen. Sedangkan terkait pembayaran upah, MK memposisikan pekerja sebagai kreditur paling utama dari kreditur-kreditur lainnya.     

Pekerja yang mengalami PHK karena perusahaan tempatnya bekerja diputus pailit, berhak mendapat upah. Hak untuk mendapatkan upah timbul karena salah satu alasan berikut ini. Pertama, pada saat putusan pailit ditetapkan, operasional debitor tetap beroperasi. Dalam situasi seperti itu upah pekerja dibayar sampai putusan pailit ditetapkan.

Kedua, pada saat debitor diputus pailit, debitor sudah menunggak upah pekerja. Ketiga, upah yang timbul pasca putusan kepailitan. Memperhatikan ketiga alasan tersebut, putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 berposisi melindungi upah pekerja seperti disebutkan pada alasan  yang kedua.

Tags:

Berita Terkait