MK Ubah Sistematika Putusan Pemidanaan Banding, Kasasi, PK Lebih Sederhana
Berita

MK Ubah Sistematika Putusan Pemidanaan Banding, Kasasi, PK Lebih Sederhana

MK meminta agar MA harus segera membuat pedoman penyederhanaan pembuatan putusan pemidanaan di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
KUHP dan KUHAP. Foto: RES
KUHP dan KUHAP. Foto: RES
Akhirnya, permohonan sejumlah advokat yang mempersoalkan aturan sistematika putusan pemidanaan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP dikabulkan. Dalam putusannya, Mahkamah memberi pedoman penyederhanaan pembuatan putusan pemidanaan dalam tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK) karena ada hal-hal tidak harus/perlu dimuat dalam tiga bentuk putusan tersebut.

Sementara, di pengadilan tingkat pertama, Mahkamah tidak mengubah sama sekali pedoman pembuatan putusan pemidanaan yang terdapat dalam pasal 197 ayat (1) KUHAP. Artinya, sistematika putusan pemidanaan tingkat pertama (pengadilan negeri) masih mengacu pada Pasal 197 ayat (1) KUHAP tersebut.

“Pasal 197 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa 'surat putusan pemidanaan memuat' tidak dimaknai 'surat putusan pemidanaan di pengadilan tingkat pertama memuat:' ……,” ujar Ketua Majelis MK, Arief Hidayat saat membacakan amar putusan bernomor 103/PUU-XIV/2016 di Gedung MK Jakarta, Selasa (10/10/2017).
NoPutusan Pengujian Pasal 197 ayat (1) KUHAP
Putusan Pemidanaan Pengadilan Tingkat PertamaPutusan Pemidanaan Pengadilan Tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali
a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi:"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
c.Pasal-pasal dakwaan yang didakwakan kepada terdakwaDakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa
e.Diktum tuntutan pidana yang diajukan Jaksa Penuntut UmumTuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa
Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, per
nyataan telah terpenuhi semua unsur
dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan
Pernyataan kesalahan terdakwa, per
nyataan telah terpenuhi semua unsur
dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan menyebutkan status hukum barang bukti sebagaimana yang tercantum dalam daftar lampiran barang buktiKetentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti
j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera

Mahkamah beralasan putusan ini demi memberi perlindungan dan kepastian hukum kepada semua pihak sesuai asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, serta prinsip lex certa sebagai pelaksanaan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan juga menghindari terjadinya kondisi justice delayed justice denied. Baca Juga: Baca Argumentasi Pemerintah DPR Terkait Aturan Putusan Pemidanaan  

Khusus untuk terdakwa, Mahkamah berpendapat sejak awal persidangan sudah wajib diberi salinan berkas perkara yang didalamnya termasuk memuat surat dakwaan untuk kepentingan pembelaannya. Begitu pula, dengan surat tuntutan pidana yang harus diberikan penuntut umum kepada terdakwa sesaat setelah surat tuntutan pidana dibacakan untuk kepentingan pembelaan.

Tak kalah penting, Mahkamah menegaskan surat putusan pemidanaan pada pengadilan tingkat banding, kasasi, termasuk peninjauan kembali (PK) guna memberi perlindungan hukum dan kepastian hukum, maka harus dilakukan penyederhanaan surat putusan pemidanaan tanpa membedakan hakikat surat putusan pemidanaan pengadilan tingkat pertama.

Tak hanya itu, Mahkamah memerintahkan Mahkamah Agung (MA) untuk menerbitkan peraturan yang mengatur hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

"Agar terdapat kepastian hukum yang jelas, MA harus segera membuat pedoman (template putusan) mengenai hal-hal yang harus dimuat dalam surat putusan pemidanaan di tingkat banding, tingkat kasasi termasuk peninjauan kembali," demikian bunyi pertimbangan putusan Mahkamah.  

Sebelumnya, para advokat yang terdiri dari Juniver Girsang, Harry Ponto, Patra M. Zen, Swandy Halim, Fazri Akbar, Anita Oktavia, dan Budi Rahmat mempersoalkan Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Selaku advokat, mereka merasa haknya dilanggar atau terhambat menerima salinan putusan akibat berlakunya Pasal 197 ayat (1) KUHAP terutama ketika berperkara di MA yang menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil seperti dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.

Pemohon juga merasa aturan itu mengakibatkan terhambatnya hak-hak advokat dalam hubungan kerja dengan kliennya terkait imbalan jasa seperti dijamin Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945. Sebab, praktiknya pembayaran fee atau success fee diterima advokat setelah adanya salinan putusan lengkap di tingkat MA dan telah diterima kliennya. (Baca juga: Koalisi Desak MA Benahi Sistem Penanganan Perkara).

Para pemohon beralasan, selama ini salinan putusan kasasi atau peninjauan kembali (PK) lamban diterima pihak berperkara lantaran ada hal-hal mesti dimuat dalam putusan pidana, seperti surat dakwaan, tuntutan, pertimbangan hukum, putusan tingkat pertama dan banding, dan seterusnya. Para advokat ini meminta agar Pasal 197 ayat (1) KUHAP dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai hanya wajib dimuat pada surat putusan pemidanaan pada pengadilan tingkat pertama atau pengadilan negeri.
Tags:

Berita Terkait