Panja DPR Minta Arsyad Sanusi Diusut
Kasus Surat Palsu:

Panja DPR Minta Arsyad Sanusi Diusut

MK menyerahkan sepenuhnya pengungkapan kasus ini kepada Polri.

Rzk
Bacaan 2 Menit
 Arsyad Sanusi mantan hakim Konstitusi. Foto: SGP
Arsyad Sanusi mantan hakim Konstitusi. Foto: SGP

DPR tampaknya serius mengusut kasus dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilaporkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), beberapa waktu lalu. Dalam rangka itu, Panitia Kerja Mafia Pemilu mengundang Ketua MK Moh Mahfud MD untuk menghadiri rapat konsultasi di ruang rapat Komisi II DPR, Selasa (21/6).

 

Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Panja Mafia Pemilu Chairuman Harahap, Mahfud memaparkan secara detail kasus dugaan suap pemalsuan surat tersebut. Menurut Mahfud, keberadaan surat palsu mulai terkuak ketika Dewi Yasin Limpo melancarkan protes karena kemenangannya selaku calon legislatif asal Partai Hanura untuk daerah pemilihan Sulawesi Selatan I dibatalkan oleh MK.

 

Padahal, dituturkan Mahfud, Dewi merasa kemenangannya sah karena telah diputuskan melalui rapat pleno KPU yang menghasilkan surat keputusan No 379/Kpts/KPU/Tahun 2009 tanggal 2 September 2009. Protes Dewi direspon dengan penjelasan MK  bahwa SK KPU No 379 didasarkan pada surat palsu yakni Surat Panitera MK No 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009.

 

“Pada tanggal 11 September 2009, MK menegaskan Surat Panitera MK No 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 adalah palsu, sedangkan yang asli adalah Surat Panitera MK No 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 17 Agustus 2009,” papar Mahfud.

 

MK menyatakan surat itu palsu berdasarkan hasil penelusuran Tim Investigasi yang diketuai Wakil Hakim Konstitusi Abdul Mukti Fadjar, saat ini sudah pensiun. Tim ini dibentuk pada 22 Oktober 2009 dengan masa kerja 14 hari. Tepat, 9 November 2009, Tim merampungkan laporannya dengan kesimpulan bahwa benar surat No 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 adalah palsu.

 

“Kesimpulan diambil setelah kami melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah panitera serta staf-staf di MK, tetapi Tim tidak berwenang memeriksa hakim konstitusi,” ungkap Mukti yang juga hadir dalam rapat konsultasi.

 

Menyambung pemaparan Mukti, Sekjen MK Janedjri M Gaffar menuturkan kronologis munculnya surat palsu itu. Janedjri yang juga Sekretaris Tim Investigasi mengatakan awal kisahnya adalah surat yang dikirimkan KPU pada 14 Agustus 2009. Surat yang diteken Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary itu intinya meminta penjelasan tentang putusan perkara sengketa hasil Pemilu No 84/PHPU.C/VII/2009 yang diajukan Partai Hanura.

Tags: