Pasal Ini Dipakai Jaksa dalam Kasus Kesusilaan Aa Gatot
Berita

Pasal Ini Dipakai Jaksa dalam Kasus Kesusilaan Aa Gatot

Pengacara sebut kasus ini direkayasa.

CR-24
Bacaan 2 Menit
Gatot Bradjamusti hadapi sidang kepemilihan hewan langka, senjara api tanpa izin, dan kasus kesusilaan di PN Jakarta Selatan. Foto: RES
Gatot Bradjamusti hadapi sidang kepemilihan hewan langka, senjara api tanpa izin, dan kasus kesusilaan di PN Jakarta Selatan. Foto: RES
Mantan Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia, Gatot Bradjamusti alias Aa Gatot menghadapi dua sidang perkara pidana di PN Jakarta Selatan. Selain sidang kasus kepemilikan hewan dilindungi tanpa izin dan kepemilikan senjata api, Aa Gatot menjalani sidang kasus kesusilaan. Sebelumnya, ia sudah divonis PN Mataram dalam kasus narkotika.

Khusus sidang perkara kesusilaan, majelis hakim menetapkan sidang berlangsung tertutup. Pekan lalu, sidang Perdana digelar dipimpin hakim Irwan, didampingi hakim Iswahyu Widodo dan Ahmad Guntur. Pemantauan Hukumonline di pengadilan, Aa Gatot didampingi pengacara dari kantor Ahmad Rifai & Partners.

Pasal 153 ayat (1) KUHAP menyebutkan ketua majelis hakim membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Jika syarat ini tak dipenuhi  putusan hakim batal demi hukum. Keharusan sidang tertutup untuk umum juga ditegaskan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c UU No. 23 Tahun 2002  tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014. Lantaran sidang tertutup, tak diketahui bagaimana proses persidangan berlangsung.

(Baca juga: Arti Sidang Terbuka untuk Umum).

Sedikit penjelasan datang dari Hadiman, penuntut umum kasus ini. Usai sidang, ia menjelaskan terdakwa didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2) UU Perlindungan Anak  juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Penggunaan pasal 64 ayat (1) KUHP mengindikasikan perbuatan terdakwa berlanjut atau tidak hanya dilakukan satu kali. Pasal ini berkaitan dengan penggunaan tipu muslihat, kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan. Terdakwa terncaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda maksimal 5 miliar rupiah.

Semula Pasal 81 UU Perlindungan Anak hanya berisi dua ayat. Ayat (1) mengancam setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan penjara maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun dan denda maksimal 300 juta rupiah minimal 60 juta rupiah. Ayat (2) menyebutkan ketentuan ayat (1) berlaku pula untuk orang yang melakukan perbuatan serupa dengan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau bujukan.

Ketika UU No. 23 Tahun 2002 itu mengalami revisi, dan disahkan menjadi UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 81 ikut mengalami perubahan. Pasal ini sekarang menjadi tiga ayat. Tambahannya, ayat (3) menyebutkan jika perbuatan itu dilakukan orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 dari ancaman. Selain itu, ancaman hukuman minimalnya dinaikkan menjadi 5 penjara dan dendanya menjadi maksimal 5 miliar rupiah.

(Baca juga: MUI Dukung Perluasan Pidana Kesusilaan).

Hadiman enggan menjelaskan lebih lanjut bagaimana peristiwa yang didakwakan kepada terdakwa, dan berapa orang korban. “Yang melapor CT,” jawabnya singkat. Hadiman juga tak bersedia bagaimana tipu muslihat, kebohongan atau bujukan terdakwa dilakukan. Ia hanya menyebut ada penggunaan zat adiktif. ‘Anda sudah tahu kan,” ujarnya diplomatis.

Sidang ini dinyatakan tertutup karena menyangkut perkara kesusilaan dalam arti luas. Apalagi saksi korban masih berusia 16 tahun 10 bulan saat awal peristiwa berlangsung. Kasus ini sempat menghebohkan dan menjadi topik pemberitaan setelah Gatot tertangkap. Sejumlah artis yang dikenal masyarakat, antara lain RA, dipanggil sebagai saksi.

(Baca juga: Lindungi Masa Depan Anak Lewat Sistem Peradilan Terintegrasi).

Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Gatot, Ahmad Rifai membantah jika korban CT berada di bawah umur. Rifai malah menuding ada upaya rekayasa yang dilakukan oknum tertentu untuk menjatuhkan Gatot Brajamusti secara pribadi.

“Kita akan buktikan bahwa ini adalah dugaan sangat kuat rekayasa kasus untuk menjatuhkan Aa Gatot, padahal Aa Gatot waktu itu selalu memberi nafkah bulanan, beli mobil dan renovasi rumah,” kata Rifai.
Tags:

Berita Terkait