PBI Utang Luar Negeri Swasta Segera Terbit
Berita

PBI Utang Luar Negeri Swasta Segera Terbit

Untuk merespon tingginya utang luar negeri di sektor korporasi yang belakangan terjadi.

FAT
Bacaan 2 Menit
PBI Utang Luar Negeri Swasta Segera Terbit
Hukumonline
Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai utang luar negeri (ULN) di sektor korporasi swasta. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, aturan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya currency missmatch di sektor tersebut.

"Intinya memang PBI ini untuk kehati-hatian karena di sektor korporasi ada risiko missmatch, ada ULN tidak di hedging," kata Halim di Jakarta, Senin (27/10).

Ia menjelaskan, terjadinya currency missmatch dapat memicu risiko default dari korporasi tersebut. Menurutnya, hal ini bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan. Bahkan, rencana berutang ke luar negeri oleh korporasi yang diduga default tersebut dapat terganggu.

Halim mengatakan, PBI ini akan terbit pada awal November. Menurutnya, penerbitan aturan ini merespon tingginya utang luar negeri di sektor korporasi yang belakangan terjadi. "Ini terlihat dalam dua sampai tiga tahun terakhir. Diperkirakan PBI keluar dalam hitungan hari diperkirakan awal bulan November," katanya.

Inti PBI, kata Halim, nantinya tiap korporasi diwajibkan untuk menyiapkan dana valas. Kewajiban ini harus tersedia sebelum utang korporasi tersebut jatuh tempo. Setidaknya, penyediaan dana tersebut minimal 60 hari sebelum jatuh tempo. Dana valas tersebut bisa dalam bentuk cash atau swap dalam rangka hedging.

Dibuatnya aturan ini, lanjut Halim, juga dikarenakan masih rendahnya sektor korporasi dalam membayar utang. Menurutnya, BI mengamati hal ini dalam beberapa waktu terakhir. Selain itu, BI mengamati perbankan mana saja yang bisa terkena risiko paling besar dari rendahnya pembayaran utang oleh sektor korporasi ini.

"Beberapa informasi yang kita amati, intinya kita mengamati kerendahan korporasi," ujar Halim.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, salah satu substansi yang diatur dalam PBI tersebut mengenai rasio liabilitas (kewajiban utang yang harus dibayar) valas. Menurutnya, rasio liabilitas valas tidak boleh lebih besar daripada aset valas perusahaan swasta tersebut.

"Jadi ULN itu diperlukan, tapi kita perlu hati-hati memanage risiko makronya, jangan sampai tidak dihedging, jangan sampai liability valasnya lebih besar dari aset valasnya," kata Mirza.

Mengenai hedging atau transaksi lindung nilai sendiri, BI bersama sejumlah lembaga lain sepakat bahwa selisih biaya kurang dari hedging oleh BUMN, bukanlah kerugian negara. Kesepakatan ini tertuang dalam pedoman standard operating procedure (SOP) mengenai transaksi hedging.

Menindaklanjuti kesepakatan ini pula, BI telah menerbitkan empat aturan terkait valas. Dalam empat PBI tersebut, diatur secara tegas mengenai underlying, pelaksanaan netting dalam rangka penyelesaian transaksi serta pelarangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam valas atau rupiah untuk kepentingan derivatif.
Tags:

Berita Terkait