Pembentukan Lembaga Penyelesaian Sengketa Bagi LKM Bisa Bertahap
Berita

Pembentukan Lembaga Penyelesaian Sengketa Bagi LKM Bisa Bertahap

Lantaran UU nya baru diterbitkan tahun 2013, sehingga butuh waktu untuk menyusun kelembagaannya terlebih dahulu.

FAT
Bacaan 2 Menit
Sri Rahayu Widodo, Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Foto: Sgp
Sri Rahayu Widodo, Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Foto: Sgp
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap agar tiap sektor jasa keuangan memiliki lembaga alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (ADR) sebelum akhir tahun 2015. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Namun, kata Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sri Rahayu Widodo, bagi klausul tersebut belum berlaku bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurutnya, pembentukan ADR bagi LKM bisa dilakukan secara bertahap. “Bagi LKM mungkin bisa bertahap,” katanya di Jakarta, Selasa (13/11).

Alasannya, lanjut wanita yang disapa Wiwik ini, landasan hukum keberadaan LKM baru terbit pada awal 2013, yakni tertuang dalam UU No. 1 Tahun 2013 tentang LKM. Atas dasar itu, LKM masih membutuhkan waktu untuk melakukan penyusunan kelembagaannya. Bukan hanya itu, OJK baru mulai mengawasi dan mengatur LKM pada tahun 2015 mendatang.

Sedangkan bagi sektor perbankan, pembiayaan, penjaminan dan pegadaian diwajibkan memiliki lembaga alternatif penyelesaian sengketa paling lama 31 Desember 2015. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 10 ayat (2) POJK tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Ia mengatakan, keempat sektor jasa keuangan tersebut tengah mempersiapkan pembentukan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Persiapan ini dilakukan di tiap asosiasi sektor jasa keuangan tersebut. “Lagi dibahas antar asosiasi, sedang disiapkan,” kata Wiwik.

OJK berharap, lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang tengah disusun oleh masing-masing sektor jasa keuangan tersebut wajib memiliki skema layanan penyelesaian sengketa yang mudah diakses oleh konsumen. Bukan hanya itu, lembaga alternatif penyelesaian sengketa tersebut juga wajib memiliki jangka waktu penyelesaian sengketa dan mengenakan biaya murah kepada konsumen dalam penyelesaian sengketa.

Menurutnya, selama sektor jasa keuangan tersebut belum memiliki lembaga alternatif penyelesaian sengketa, maka konsumen bisa mengajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada OJK. Tata cara penyelesaian sengketa di OJK tersebut tertuang dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Menurutnya, ada syarat yang wajib diikuti jika ingin OJK memfasilitasi pengaduan konsumen tersebut. Pertama, bagi sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha jasa keuangan di bidang perbankan, pasar modal, dana pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan, perusahaan gada atau penjaminan, paling banyak kerugian finansialnya sebesar Rp500 juta. Sedangkan bagi konsumen yang bersengketa dengan perusahaan asuransi umum, paling banyak kerugian finansialnya sebesar Rp750 juta.

Selain itu, konsumen juga wajib mengajukan permohonan tertulis disertai dengan dokumen pendukung yang berkaitan dengan pengaduan kepada OJK. Syarat lainnya, sengketa tersebut sebelumnya harus sudah melalui upaya penyelesaian antara pelaku usaha jasa keuangan dengan konsumen, namun tak mencapai kata kesepakatan.

Syarat lain, pengaduan konsumen tersebut bukan merupakan sengketa yang sedang dalam proses atau pernah diputus oleh lembaga arbitrase, peradilan atau lembaga mediasi lain. Pengaduan yang diajukan oleh konsumen tersebut harus bersifat keperdataan.

Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengaku tengah menyiapkan kelahiran lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor perbankan. Ia sepakat, pembentukan lembaga ini dilakukan melalui asosiasi.
Tags:

Berita Terkait