Perbanas Usul Kelahiran Lembaga ADR Sektor Perbankan
Berita

Perbanas Usul Kelahiran Lembaga ADR Sektor Perbankan

Masih tahap awal, baru dua kali bertemu.

FAT
Bacaan 2 Menit
Perbanas sedang berinisiatif untuk melahirkan lembaga alternatif penyelesaian sengketa sektor perbankan. Foto: perbanas.org
Perbanas sedang berinisiatif untuk melahirkan lembaga alternatif penyelesaian sengketa sektor perbankan. Foto: perbanas.org
Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menngatakan lembaga yang dipimpinnya tengah berinisiatif untuk melahirkan lembaga alternatif penyelesaian sengketa atau Alternative Dispute Resolution (ADR) di sektor perbankan.

“Kami di Perbanas sedang mempersiapkan untuk itu (membuat lembaga ADR di sektor perbankan, red),” kata Sigit di Jakarta, Jumat (21/2).

Menurutnya, pembentukan lembaga alternatif penyelesaian sengketa tersebut merupakan amanat dari Peraturan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Ia sepakat bila pembentukan lembaga ADR ini dilakukan melalui asosiasi.

Sigit mengatakan, tinggal perbankan yang belum memiliki lembaga alternatif penyelesaian sengketa melalui asosiasi. Selama ini, saat perbankan masih diawasi Bank Indonesia (BI), jika ada sengketa antara konsumen dan industri ditengahi oleh BI. Lantaran pengawasan fungsi perbankan sudah beralih dari BI ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka sengketa yang muncul ditangani oleh OJK.

Ia mengatakan, persiapan Perbanas dalam membentuk lembaga alternatif penyelesaian sengketa tersebut masih dalam tahap awal. Perbanas baru dua kali melakukan pertemuan untuk membahas hal tersebut. “Ini baru dua kali kami melakukan pertemuan untuk membahas ini,” katanya.

Deputi Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sri Rahayu Widodo mengatakan, POJK tersebut mendorong asosiasi dan seluruh pelaku industri jasa keuangan untuk membentuk lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Menurutnya, dari ketentuan yang ada, batas waktu paling lambat pembentukan lembaga alternatif penyelesaian sengketa adalah akhir Desember 2015.

“OJK mendorong asosiasi dan seluruh pelaku industri jasa keuangan membentuk lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dalam ketentuan POJK tersebut paling lambat akhir Desember 2015,” tulis wanita yang disapa Wiwi ini kepada hukumonline, Kamis (20/2).

Sebagaimana diketahui, OJK telah menerbitkan POJK tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Peraturan ini intinya mewajibkan tiap lembaga jasa keuangan untuk menjadi anggota lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang terdaftar di OJK.

Dalam aturan tersebut, OJK telah mengantisipasi beragamnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh satu lembaga jasa keuangan. Peraturan itu menyebutkan, apabila lembaga jasa keuangan melakukan kegiatan usaha lintas sektor jasa keuangan, maka lembaga jasa keuangan tersebut hanya wajib menjadi anggota pada satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang sesuai kegiatan usaha utamanya.

Misalnya, terdapat PT Bank X Tbk yang melakukan kegiatan usaha utama sebagai bank umum juga menjadi agen penjual asuransi, menjadi bank kustodian serta bertindak sebagai agen penjual efek reksadana. Jika dilihat, PT Bank X Tbk tersebut telah melakukan kegiatan lintas sektor jasa keuangan, yakni di sektor perbankan, perasuransian dan pasar modal.

Terkait dengan keanggotaan di lembaga alternatif penyelesaian sengketa, PT Bank X Tbk tersebut hanya wajib menjadi anggota pada satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Lantaran kegiatan utama PT Bank X Tbk tersebut adalah sektor perbankan, maka bank tersebut wajib menjadi anggota di lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor perbankan.

Menurut OJK, penanganan sengketa di lembaga ADR tersebut dilakukan setelah tak tercapai kesepakatan penyelesaian pengaduan antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan. Penyelesaian sengketa di lembaga ADR tersebut merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan.

Lembaga ADR tersebut harus masuk ke dalam daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan OJK. Setidaknya, lembaga ADR tersebut wajib memiliki layanan berupa mediasi, ajudikasi dan arbitrase. Bahkan, lembaga tersebut juga wajib memiliki aturan berupa layanan penyelesaian sengketa, prosedur penyelesaian sengketa, biaya penyelesaian sengketa, jangka waktu penyelesaian sengketa, ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi mediator, ajudikator dan arbiter, serta kode etik bagi mediator, ajudikator dan arbiter.

Lembaga ADR tersebut juga wajib menerapkan prinsip aksesbilitas, independensi, keadilan, efisiensi dan efektifitas dalam setiap peraturannya. Bahkan, lembaga ADR tersebut wajib memiliki sumber daya dalam melaksanakan pelayanan penyelesaian sengketa. Lembaga ADR tersebut didirikan oleh lembaga jasa keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi dan atau didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi self regulatory organization (SRO).

Lembaga jasa keuangan yang melanggar peraturan ini terancam sanksi administratif dari OJK. Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis, denda atau kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu yang berlaku di tiap sektor keuangan, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha hingga pencabutan izin kegiatan usaha. OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi administratif tersebut kepada masyarakat.
Tags:

Berita Terkait