Penangguhan Penahanan Irman Gusman Dinilai Merusak Citra DPD
Berita

Penangguhan Penahanan Irman Gusman Dinilai Merusak Citra DPD

Lantaran penjamin permohonan penangguhan penahanan dilakukan oleh puluhan anggota DPD, sehingga langkah itu menyiratkan bahwa DPD tak mendukung pemberantasan korupsi.

ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ketua DPD, Irman Gusman. Foto: SGP
Ketua DPD, Irman Gusman. Foto: SGP
Pengajar hukum tata negara UIN Jakarta Ismail Hasani menilai langkah puluhan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menjadi penjamin permohonan penangguhan penahanan Irman Gusman kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa merusak citra lembaga tersebut.

"Secara tidak langsung, penjaminan itu bisa membangun citra bahwa DPD tidak mendukung langkah KPK dalam pemberantasan korupsi," kata Ismail dihubungi di Jakarta, Jumat (23/9).

Apalagi, Ismail mengatakan, sepanjang keberadaan KPK, komisi tersebut tidak pernah memberikan diskresi atau penangguhan penahanan, siapa pun yang menjamin. Karena itu, langkah sejumlah anggota DPD yang menjamin Irman bisa diartikan negatif oleh masyarakat.

Hukum acara pidana yang dianut di Indonesia memang memungkinkan penangguhan penahanan. Namun, melihat fakta di masa lalu bahwa KPK tidak pernah mengabulkan penangguhan penahanan, maka Ismail meyakini komisi tersebut akan menolak permohonan penahanan Irman.

"Justru bila permohonan penangguhan penahanan itu dikabulkan, itu bisa menjadi preseden buruk bagi KPK, terutama bagi upaya pemberantasan korupsi," tuturnya.

Sebelumnya, sebanyak 51 anggota DPD ditambah istri Irman, Liestyana Rizal Gusman resmi mengajukan penangguhan kepada KPK. Dari 15 anggota DPD itu tidak satupun berasal dari unsur pimpinan. (Baca Juga: 51 Anggota DPD Tangguhkan Penahanan Irman Gusman)

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan bahwa jarang sekali KPK memberikan penangguhan penahanan apalagi untuk tersangka dari OTT. Alasannya karena terkait dengan lamanya waktu penahanan terhadap tersangka.

"(Keputusan penangguhan) tergantung dari penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan sekarang. Biasanya kalau OTT memang jarang ada penangguhan, karena waktu KPK sangat terbatas oleh peraturan maksimum 60 hari, sesudah itu tidak bisa melakukan apa-apa padahal penyidikan dan penyelidikan intensif, sebelum batas waktu yang ditentukan sudah harus dilimpahkan ke pengadilan jadi biasanya tidak diberikan penangguhan penahanan," kata Laode.

Sedangkan Ketua KPK Agus Rahardjo pun menyatakan proses penangkapan Irman sesuai prosedur. "SOP (Standard Operating Procedure) KPK memang seperti itu. Sama antara orang yang satu dengan yang lain. Hukum harus diterapkan sama. Mudah-mudahan kita tidak membeda-bedakan," katanya. (Baca Juga: KPK: Untuk Tersangka OTT Jarang Ada Penangguhan Penahanan)

Sementara Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan bahwa modus yang diduga dilakukan Irman Gusman adalah menghubungi petinggi Bulog untuk meminta pengalihan kuota gula impor sebesar 3000 ton dari Jakarta ke Sumatera Barat. "Sebetulnya itu bukan kuota tapi diambilkan dari kuota untuk Jakarta sebesar 3000 (ton) supaya dialihkan ke Sumatera Barat," katanya.

Kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terjadi pada Sabtu, 16 September 2016 dini hari terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.

Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaveriandy bisa mendapatkan jatah untuk impor tersebut. (Baca Juga: “Tamu” Irman Bisa Diperberat Hukuman)

Irman Gusman disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Xaveriandy dan Memi disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaveriandy merupakan terdakwanya.
Tags:

Berita Terkait