Penyuap Proyek Bakamla Dituntut 2 Tahun Bui
Berita

Penyuap Proyek Bakamla Dituntut 2 Tahun Bui

Terdakwa Muhammad Adami Okta terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Fahmi Darmawansyah dan Hardy Stefanus.

ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla), Muhammad Adami Okta dan Hardi Stefanus saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5).
Terdakwa kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla), Muhammad Adami Okta dan Hardi Stefanus saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5).
Dua terdakwa pemberi suap dalam proyek pengadaan "monitoring satellite" senilai Rp222 miliar di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, yakni marketing/operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Muhammad Adami Okta dituntut dua tahun penjara.

"Menuntut agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Kiki Ahmad Yani dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5/2017) seperti dikutip Antara.

Jaksa KPK menyimpulkan bahwa terdakwa Muhammad Adami Okta terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Fahmi Darmawansyah dan Hardy Stefanus. Perbuatan ini sesuai yang didakwakan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP seperti dalam dakwaan kedua.

Ia menyatakan hal yang memberatkan bagi dua terdakwa, yaitu terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap kooperatif di persidangan, terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya, terdakwa membantu mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar.

"Terdakwa juga belum pernah dihukum dan terdakwa telah ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dalam tindak pidana korupsi atau Justice Collaborator berdasarkan keputusan pimpinan KPK Nomor Kep 491/01-55/04/2017 tanggal 27 April 2017," ujar Jaksa Kiki. Baca Juga: Terungkap Pertemuan Kepala Bakamla Bahas Jatah 7,5 Persen

Sebelumnya KPK sudah menetapkan empat orang tersangka dalam perkara ini yaitu penerima suap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 karena diduga menerima suap sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro. Tiga terdakwa pemberi suap yaitu Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta.

Selain Eko dan Novel, uang suap juga diduga mengalir ke Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta.

Sedangkan Kepala Bakamla Arie Sudewo dalam dakwaan disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek "monitoring satellite" (satmon) di Bakamla. Permintaan itu disampaikan sekitar Oktober 2016 di ruangan Arie yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen nilai pengadaan untuk Kepala Bakamla. sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.

Adami Okta dan Hardy Stefanus juga memberi 6 persen dari anggaran awal yaitu Rp400 miliar sebesar Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di hotel Ritz Carlton Kuningan. Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan. Baca Juga: Perantara dalam Pusaran Dugaan Suap Pejabat Bakamla

Fahmi Darmawansyah pun pernah menyebutkan berdasarkan keterangan Ali Fahmi kepadanya bahwa uang Rp24 miliar dari Fahmi Darmawansyah diberikan ke pihak-pihak lain seperti Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan.
Tags:

Berita Terkait