Perkara RAPP dalam Himpitan Rezim Hukum Kehutanan dan Upaya Restorasi Gambut
Berita

Perkara RAPP dalam Himpitan Rezim Hukum Kehutanan dan Upaya Restorasi Gambut

Ada himpitan kewenangan antara Badan Restorasi Gambut dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam program pelaksanaan restorasi gambut.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran hutan di lahan gambut.
Ilustrasi kebakaran hutan di lahan gambut.
Badan Restorasi Gambut (BRG) merupakan lembaga non-struktural yang dibentuk berdasarkan Perpres No. 1 Tahun 2016 untuk melakukan restorasi ekosistem gambut seluas 2 juta ha dalam jangka waktu 5 tahun berdasarkan Perpres No. 1 Tahun 2016. Namun dalam pelaksanaan tugasnya, kewenangan BRG berhimpitan dengan rezim hukum kehutanan yang berada dalam wilayah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 
Dalam kasus PT. Riau Andalan Pulp & Paper (PT. RAPP), BRG menemukan sejumlah bukti yang mengindikasikan adanya pelanggaran ketentuan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP Gambut). PT. RAPP diduga telah melakukan pembukaan kanal di lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut, Myrna Safitri kepada HukumOnline pada (9/13), “Temuan BRG berawal dari laporan masyarakat pada 10 Juni 2016. Seminggu kemudian, BRG menerjunkan tim yang terdiri dari tim teknis dan tim sosial. Dari situ Kepala BRG kemudian melakukan sidak, jadi sidak itu tidak tiba-tiba, dilakukan untuk memverifikasi temuan dari tim yang sudah diterjunkan sebelumnya.”
PT. RAPP mengklaim dalam pemberitaan berbagai media, kegiatan yang dilakukan perusahaan adalah untuk membuat sekat bakar yang berfungsi untuk mengantisipasi kebakaran lahan. Sekat bakar berguna untuk menghentikan laju kebakaran, yakni apabila terjadi pada wilayah perkebunan yang dikelola oleh masyarakat, tidak akan merambat ke wilayah kerja perusahaan.
Menurut Myrna Safitri, masalah dari pembukaan kanal atau saluran drainase adalah menyebabkan lahan menjadi kering dan menurunkan muka air tanah. “Pembukaan kanal biasanya dilakukan untuk mempercepat pengeringan lahan gambut agar bisa dilakukan penanaman untuk tanaman-tanaman yang memerlukan lahan yang kering,” Dalam banyak kasus, pengeringan lahan gambut ini dilakukan agar kemudian bisa ditanami sawit.
Temuan BRG tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh KLHK, yakni dengan memberikan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan PT. RAPP. Walaupun dugaan pelanggaran yang dilakukan PT. RAPP mengancam restrorasi ekosistem gambut yang menjadi tugas BRG, namun yang berwenang memberikan sanksi administratif adalah KLHK karena kegiatan usaha PT. RAPP didasarkan atas izin usaha dan izin lingkungan yang dikeluarkan oleh KLHK.
Menurut Pasal 27 PP Gambut, untuk menanggulangi kerusakan ekosistem gambut di dalam dan di luar wilayah kerja perusahaan akibat terjadinya kebakaran, pembukaan lahan, dan pembangunan drainase yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering, maka penanggung jawab usaha lah yang wajib melakukan penanggulangan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
Tags: