Perkawinan Retak, Hak Asuh Anak Diperebutkan
Hukum Perkawinan Kontemporer

Perkawinan Retak, Hak Asuh Anak Diperebutkan

Kata kuncinya adalah ‘kepentingan terbaik si anak’.

Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Cuma dalam praktiknya seringkali hakim memutuskan langsung memberikan ke ayah. Karena tadi, hakim punya pertimbangan tersendiri misal hal kedekatan emosional anak dengan ayah, atau pertimbangan lain kayak kasus selebriti. Ibu si anak adalah wanita karier,” kata Mesraini kepada hukumonline.

 

Mesraini melihat pemberian hak asuh anak kepada ayah seringkali disebabkan ibu yang bekerja. Tetapi alasan itu pada hakikatnya kurang kuat. Secara filosofi, jelas Mesraini, hak asuh anak yang jatuh ke tangan ibu dilandaskan oleh keadilan. Dalam Islam, suami memiliki tanggung jawab penuh menafkahi istri dan anak. Perempuan atau istri (ibu), diposisikan sebagai orang yang dinafkahi, sehingga secara ekonomi bergantung kepada suami.

 

“Mulai dari adanya mahar, mahar hanya dibebankan kepada laki-laki, mahar itu simbol kesanggupan menafkahi istri, kemudian itu ketika orang akad, ketika dia sudah terikat tali perkawinan, Islam hanya membebankan ke suami saja, tidak ke perempuan,” jelasnya.

 

Hukumonline.com

 

Posisi ibu yang bergantung secara finansial kepada suami, tidak dapat putus ketika perceraian terjadi. Bagaimana seorang suami memberikan nafkah kepada istri yang sudah diceraikan? Caranya adalah melalui hak asuh anak. Hak asuh anak, lanjut Mesraini, disebut sebagai ‘pekerjaan’ yang diberikan kepada seorang ibu. Karena disebut sebagai ‘pekerjaan’, maka ibu memiliki hak untuk mendapatkan bayaran atas ‘pekerjaan’ tersebut. Bayaran tersebut harus dikeluarkan oleh suami.

 

Masalahnya, ketika perceraian terjadi, istri seringkali diposisikan sebagai pihak yang bergantung secara ekonomi kepada suaminya. Memang, kejadian sebaliknya sudah banyak ditemukan. Tetapi dalam hukum perkawinan, suami adalah pemberi nafkah kepada keluarga. Kalau terjadi perceraian suami wajib memberikan sejumlah uang atau biaya hidup kepada istrinya selama masa iddah.

 

Bagaimana jika seorang ibu mapan secara finansial? Nah, menurut penjelasan Mesraini, salah satu alasan di balik banyaknya hak asuh anak yang jatuh ke tangan suami adalah ibu yang mapan secara finansial. “Sekarang kita lihat praktiknya. Kenapa ibu itu banyak ditarik haknya sebagai pengasuh karena dia sudah punya penghasilan sendiri, rata-rata ibu-ibu bekerja memang hak asuh anak ditarik oleh hakim,” tegasnya.

 

Mesraini memberikan catatan bahwa konteks ‘pekerjaan’ yang diberikan kepada seorang ibu untuk mengasuh anak ketika perceraian terjadi, hanya semata dilakukan untuk keadilan. Sejatinya, orang tua baik ayah maupun ibu tetap memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara anak.

Tags:

Berita Terkait