Perkawinan Retak, Hak Asuh Anak Diperebutkan
Hukum Perkawinan Kontemporer

Perkawinan Retak, Hak Asuh Anak Diperebutkan

Kata kuncinya adalah ‘kepentingan terbaik si anak’.

Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Mengutip artikel dari klinik hukumonline tertanggal 24 September 2014 lalu, mengenai hak asuh anak, pengadilan biasanya memberikan hak perwalian dan pemeliharaan anak di bawah umur kepada ibu. Hal ini mengacu pada Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang mengatakan anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah anak tersebut berusia 12 tahun maka dia diberikan kebebasan memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya.

 

Baca:

 

Menurut pengajar hukum Islam di Universitas Indonesia, Farida Prihatini dalam artikel Hak Asuh Harus Menjamin Kepentingan Terbaik Anak, sebaiknya hak asuh anak diberikan kepada ibunya bila anak belum dewasa dan belum baligh. Karena ibu secara fitrahnya lebih bisa mengatur anak dan lebih telaten mengasuh anak. Tapi, menurutnya, hak asuh anak juga tidak tertutup kemungkinan diberikan kepada sang ayah kalau ibu tersebut memilki kelakuan yang tidak baik, serta dianggap tidak cakap untuk menjadi seorang ibu, terutama dalam mendidik anaknya.

 

Ini artinya, jika usia anak kurang dari 12 tahun, maka hak asuh ada pada ibunya. Jikapun seorang ibu tidak pintar memasak, alasan itu tak bisa dipakai untuk menilai seorang ibu memiliki kelakuan yang tidak baik yang bisa menghilangkan hak asuh anak. Jika ibu lebih memilih berkarier daripada mengasuh anak, dilihat dari segi hukum, hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, demikian yang disebut dalam Pasal 31 ayat (1) UU Perkawinan. Ini artinya, sudah menjadi hak seseorang untuk bekerja, namun hal tersebut tidak serta merta menghilangkan kewajiban ibu dan ayah untuk mengasuh anak.

 

Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah menegaskan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban itu berlaku hingga anak-anak mereka menikah atau dapat hidup mandiri.

 

Jadi, kalaupun terjadi perceraian, kedua orang tua seharusnya tetap mengingat kewajiban bersama mereka untuk menjaga tumbuh kembang anak. Itu jauh lebih baik daripada memperebutkan hak asuh. Yang jelas, Undang-Undang Perlindungan Anak, dan banyak putusan hakim sudah menegaskan hal yang harus didahulukan dalam perceraian adalah ‘kepentingan terbaik anak’.

 

Punya masalah perkawinan atau pertanyaan mengenai hukum keluarga? Anda bisa berkonsultasi di justika.com (gratis untuk 25 orang pertama).

Tags:

Berita Terkait