Polri Diminta Terbuka Terkait OTT di Ditlantas
Utama

Polri Diminta Terbuka Terkait OTT di Ditlantas

IPW khawatir Polri tidak profesional menangani kasus tersebut. KPK diminta mengambil alih.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mendesak Kapolri Jenderal Sutarman dan Kapolda Metro Jaya Irjen Dwi Priyatno memberikan penjelasan terkait adanya operasi tangkap tangan (OTT) di Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya. Aksi OTT itu dilakukan oleh tim Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Dalam operasi tangkap tangan itu disita satu tas dokumen, uang suap Rp 350 juta,” ujarnya dalam siaran pers kepada wartawan, Rabu (16/4).

Menurut Neta, selain penyitaan sejumlah barang bukti, ada dua orang yang sudah ditahan dan sembilan orang yang sudah menjalani pemeriksaan. Dari sembilan orang yang menjalani pemeriksaan, satu diantaranya adalah Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar (Kombes) Pol Nurhadi Yuwono.

Berdasarkan informasi yang didapat IPW, kata Neta, OTT dilakukan atas perintah Kapolri. Perintah Kapolri itu dalam rangka melakukan pembersihan di tubuh institusi Polri dari jajarannya yang bertindak ‘nakal’.

“Khususnya jajaran lalu lintas dari suap, pungli dan percaloan,” ujarnya.

Neta menyayangkan sikap Polri dan KPK yang tidak transparan dalam OTT tersebut. Padahal, proses OTT itu dilakukan Polri dengan KPK selama dua pekan. Dikatakan Neta, tim yang bertugas melakukan penangkapan sebanyak tujuh orang. Dalam aksi upaya penangkapan dilakukan pengintaian. Menurutnya, tim sudah menyusup ke lingkungan Dirlantas Polda Metro Jaya sejak 1 April 2014.

Sedangkan penangkapan dapat dilaksanakan pada Senin (14/4) sore. Dalam aksi penangkapan itulah terdapat seorang pengusaha biro jasa berinisial T muncul hendak memberikan uang suap kepada seorang berpangkat Kombes di Polda Metro Jaya. Menurut Neta, uang itu diberikan melalui seorang Polwan berinisial I.

“Sore itu juga keduanya ditangkap dan diamankan di Paminal (Pengamanan Internal),” ujarnya.

Neta khawatir Polri tidak profesional dalam menangani kasus itu. Atas dasar itu, Neta berharap KPK mengambil alih kasus tersebut. Neta beralasan dengan ditangani KPK setidaknya akan dapat diketahui aliran dana tersebut bermuara ke petinggi Polri. “Apakah ada jenderal yang menerimanya,” ujarnya.

Menurut Neta, berdasarkan informasi yang beredar uang sitaan sebesar Rp350 juta itu merupakan setoran harian biro jasa T yang diberikan untuk oknum pejabat di Polda Metro Jaya.

Dikatakan Neta, Dirlantas Kombes Pol Nurhadi Yuwono dinilai tidak mampu menjaga citra institusinya. Oleh sebab itu, IPW mendesak Nurhadi dicopot dari jabatannya. “Dan pihak-pihak yang terbukti menerima uang suap itu harus ditahan dan diproses di pengadilan Tipikor,” ujarnya.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri, Kombes Agus Rianto, enggan menjelaskan hal tersebut. Berbeda dengan kasus penembakan terhadap anggota Polda Metro Jaya, informasi tersebut dengan cepat bereda. Namun kasus dugaan suap itu, Polri seolah bungkam.

“Belum dapat (informasinya, red),” ujarnya melalui pesan pendek.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Hamidah Abdurrahman, menyesalkan sikap Polri yang enggan terbuka. Menurutnya, Polri di bawah tampuk kepemimpinan Jenderal Sutarman mesti transparan, terlepas jajarannya melakukan dugaan tindak pidana. Dikatakan Hamidah, sepanjang terdapat dua alat bukti yang cukup, Polri harus menjelaskan kepada publik.

“Kalau memang ada bukti, kenapa sih harus ditutup-tutupi. Kompolnas mendukung upaya pimpinan menegakan etika profesi dan proses hukum,” ujarnya.

Menurutnya, Kompolnas takan berhenti mengingatkan pimpinan Polri agar memberikan sanksi tegas terhadap jajarannya, maupun pejabat yang melakukan pelanggaran. Sayangnya, kata Hamidah, upaya menegakan etika profesi dan proses hukum belum berjalan sepenuhnya.

“Masih ada beberapa pejabat yang bermasalah, namun tidak diberi tindakan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait