Problematika Sistem Waiting List Calon Jemaah Haji di Indonesia
Edsus Lebaran 2024

Problematika Sistem Waiting List Calon Jemaah Haji di Indonesia

Mulai dari masalah waktu menunggu yang terbilang lama, masalah nilai Bipih yang seringkali naik dari tahun ke tahun, minim sosialisasi kepada calon jemaah, hingga masalah administrasi yang berbelit-belit.

Ferinda K Fachri
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Sistem waiting list keberangkatan calon jemaah haji reguler di Indonesia terus menuai atensi masyarakat setiap tahunnya. Bagaimana tidak? Sebab daftar nomor tunggu dari waktu ke waktu kerap dapat berubah. Sehingga diperlukan keaktifan dari para calon jemaah haji untuk memastikan nomor antrian. Selain itu, para calon jemaah haji sering berhadapan dengan berbagai problema lainnya yang diharapkan bisa menjadi perhatian pemerintah.

“Sebenarnya polemiknya itu ada dari masalah administrasi, masalah uang, masalah waktu. Sekarang ibu saya saja umurnya sudah 59 tahun, kalau diperkirakan berangkat tahun 2034 berarti 10 tahun lagi itu sudah masuk ke umur 69-70. Sudah lanjut usia. Syukur-syukur bisa dipercepat,” harap Fadhli yang juga merupakan salah satu calon jemaah haji yang masuk dalam waiting list saat dihubungi Hukumonline, Kamis (4/3/2024). 

Baca Juga:

Sebetulnya, kedua orang tua Fadhli lah telah memutuskan untuk mendaftar haji di tahun 2016 silam dan mulai rutin mencicil biaya haji hingga saat ini. Akan tetapi, ketika sang ayah berpulang, membuatnya diminta ibunda untuk menggantikan untuk berhaji. Di tahun 2022 mulai dilakukanlah proses pelimpahan calon jemaah haji dari almarhum ayahnya ke Fadhli. 

Untuk diketahui, ketentuan mengenai pelimpahan nomor porsi calon jemaah haji yang wafat digantikan oleh keluarganya seperti yang dialami Fadhli dapat dijumpai dalam Lampiran I huruf D Kepdirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag No. 148 Tahun 2018. Sepanjang calon jemaah haji pengganti mengajukan surat permohonan tertulis ke Kantor Kemenag Kab/Kota setempat dengan melampirkan sejumlah dokumen.

Namun berdasarkan pengalaman Fadhli mengurus pelimpahan haji, dia amat menyayangkan mekanisme yang terbilang berbelit-belit. Meski pada akhirnya selesai setelah memakan waktu yang cukup lama dan sempat bolak-balik dari satu pihak ke pihak lain untuk pengurusan pelimpahan haji dari almarhum ayah kepada dirinya. 

“Karena satu dan lain hal, termasuk sehubungan dengan tingginya Biaya Penjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dilunasi calon jemaah haji, beberapa waktu lalu saya sempat memutuskan untuk membatalkan masuk dalam daftar calon jemaah haji. Tapi ternyata membatalkannya pun juga susah,” keluhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait