PSHK: Gelar Perkara Ahok Secara Terbuka Tak Ada Dasar Hukum
Berita

PSHK: Gelar Perkara Ahok Secara Terbuka Tak Ada Dasar Hukum

Kepolisian perlu terlebih dahulu menentukan kasus ini sudah memasuki fase penyidikan (dengan kata lain sudah ada dugaan tindak pidana) atau belum.

YOZ/CR21
Bacaan 2 Menit
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendatangi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di Jakarta, Senin (24/10).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendatangi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di Jakarta, Senin (24/10).
Rencana Kepolisian untuk menyelenggarakan gelar perkara secara terbuka (dalam arti disiarkan secara luas kepada masyarakat) terkait dugaan tindak pidana penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak memiliki dasar hukum. Gelar perkara secara terbuka juga membuka ruang intervensi terhadap jalannya proses penegakan hukum. Hal ini disampaikan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko Ginting, dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Selasa (8/11).

Menurut Miko, gelar perkara diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Pasal 15 Peraturan Kapolri itu menyatakan, gelar perkara dilakukan pada fase penyidikan dan bukan penyelidikan. Meski Pasal 71 Peraturan Kapolri tersebut mengatur tentang gelar perkara khusus untuk perkara-perkara tertentu (termasuk perkara yang menjadi perhatian publik secara luas), tetapi tahapannya tetap pada fase penyidikan dan bukan penyelidikan.

Sebagaimana Pasal 1 angka 2 UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dan guna menemukan tersangkanya. (Baca Juga: Presiden Minta Penghina Simbol Negara Diproses Hukum)

Miko melanjutkan, apabila dugaan penodaan agama oleh Ahok belum memasuki fase penyidikan, maka gelar perkara untuk kasus tersebut tidak memiliki dasar hukum. Oleh karena itu, pihak Kepolisian perlu terlebih dahulu menentukan kasus ini sudah memasuki fase penyidikan (dengan kata lain sudah ada dugaan tindak pidana) atau belum.

“Oleh karena itu, pada fase penyidikan, setidak-tidaknya penyidik sudah menentukan bahwa telah ada dugaan tindak pidana atau belum,” kata Miko.

Miko mengatakan, gelar perkara yang dilakukan secara terbuka tidak memiliki dasar hukum dan sepatutnya dipertimbangkan kembali. Meski hal ini tidak berarti boleh mengesampingkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Prinsip itu sudah terpenuhi apabila pihak Kepolisian menjelaskan setiap proses yang sudah, sedang, dan akan dilakukan dalam pemeriksaan dugaan tindak pidana secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat.

“Misalnya, dengan melakukan konferensi pers setiap selesai satu tahapan dalam penyelidikan/penyidikan,” ujar Miko. (Baca Juga: Gelar Perkara Tingkat Penyelidikan Dilakukan Terbuka, Ini yang Dilanggar Polri)

Apabila gelar perkara dilakukan secara terbuka terdapat beberapa potensi yang perlu dipertimbangkan, yaitu proses penyidikan yang seolah-olah menjadi forum pengadilan. Potensi intervensi oleh opini terhadap jalannya proses penyidikan akan terbuka dengan lebar. Selain itu, kata Miko, apabila gelar perkara untuk kasus ini tetap dilakukan secara terbuka, maka harus ada perlakuan yang sama untuk setiap dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh pihak lain.

“Proses penegakan hukum terhadap kasus dugaan penodaan agama oleh Ahok sepatutnya dilakukan secara transparan dan akuntabel. Di sisi lain, penegakan hukum itu tidak boleh mengesampingkan prinsip dan aturan hukum yang berlaku,” tandas Miko.

Terpisah, salah satu anggota Tim Hukum dan Advokasi Ahok, Ifdhal Kasim, mengatakan akan menunggu semua fakta hukum terkumpul. Menurutnya, semua berita yang tersebar hingga saat ini telah mengalami distorsi untuk menjadi dasar berpendapat. (Baca Juga:  24 Advokat Ini Siap Bela Ahok)

Ketika ditanya hukumonline penilaiannya atas tuduhan yang dijatuhkan terhadap Ahok serta langkah apa saja yang akan dipersiapkan tim kuasa hukum dalam menghadapi kasus ini, Ifdhal menolak memberikan jawaban dengan alasan bahwa sebagai bagian dari kuasa hukum tidak dapat berkomentar apapun untuk kasus yang masih dalam proses pemeriksaan.

Penolakan yang sama juga diberikan Ifdhal untuk menjawab pertanyaan atas pendapatnya mengenai intervensi dalam kasus Ahok, mengingat beredar pula berbagai pandangan yang menyatakan lambannya pihak kepolisian menindaklanjuti kasus Ahok karena adanya intervensi politik yang bertujuan melindungi Ahok.

Ifdhal sendiri menyatakan bahwa dirinya tidak ikut mendampingi pemeriksaan Ahok oleh Bareskrim Mabes Polri pada hari Senin karena harus bertugas di tempat lain. “Saya sedang ada tugas di tempat lain,” kata Ifdhal.

Tags:

Berita Terkait