Putusan Hakim dan Kecerdasan Artifisial
Kolom

Putusan Hakim dan Kecerdasan Artifisial

Kecerdasan artifisial bisa digunakan untuk memberikan rekomendasi kepada hakim sebelum memutus suatu perkara.

Bacaan 4 Menit
Catur Alfath Satriya. Foto: Istimewa
Catur Alfath Satriya. Foto: Istimewa

Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa dikatakan sebagai upaya Mahkamah Agung mencegah disparitas putusan dalam kasus korupsi. Disparitas putusan adalah salah satu isu yang masih relevan untuk dibahas terkait dengan putusan seorang hakim. Di satu sisi, adanya pedoman pemidanaan membuat seorang hakim tidak bebas dalam menjatuhkan putusan. Pedoman ini bisa juga dianggap tidak sesuai dengan asas kemerdekaan hakim.

Di sisi yang lain, pedoman pemidanaan dibutuhkan untuk mencegah terjadinya disparitas putusan dan mendorong akuntabilitas seorang hakim dalam memutus. Penting bagi seorang hakim memutus berdasarkan pada pertimbangan yang rasional dan sesuai dengan fakta hukum di persidangan. Terkait dengan pedoman pemidanaan, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru) sudah mengatur pedoman pemidanaan. Pedoman pemidanaan diatur di dalam Pasal 53–Pasal 56 KUHP Baru.

Pasal 53 ayat (1) KUHP Baru menjelaskan bahwa dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan. Selanjutnya Pasal 53 ayat (2) KUHP Baru menjelaskan bahwa apabila hakim dalam mengadili suatu perkara mengalami pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka hakim wajib mengutamakan keadilan. Kemudian, di dalam Pasal 54 KUHP baru menjelaskan bahwa dalam menjatuhkan pidana hakim harus mempertimbangkan sebelas kriteria yaitu: bentuk kesalahan pelaku tindak pidana; motif dan tujuan melakukan tindak pidana; sikap batin pelaku tindak pidana; tindak pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan; cara melakukan tindak pidana; sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana; riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelaku tindak pidana; pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana; pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; pemaafan dari korban dan/atau keluarga korban; Nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Baca juga:

Penjelasan ini memperlihatkan bahwa pedoman pemidanaan di dalam KUHP baru ingin memastikan putusan hakim menjadi lebih akuntabel karena didasarkan pada pertimbangan yang cukup. Selain terkait akuntabilitas dalam memutus, alasan mengapa pedoman pemidanaan diperlukan adalah karena hakim juga seorang manusia yang sering terjebak pada pada bias dan noise dalam mengambil suatu putusan. Terkait dengan Bias dan Noise ini dijelaskan dengan baik oleh seorang psikolog yang juga peraih hadiah nobel di bidang ekonomi yaitu Daniel Kahneman.

Bias adalah kumpulan gangguan yang tidak langsung memengaruhi sasaran meski bertumpuk pada salah satu sisi saja. Sementara itu, noise adalah kumpulan gangguan yang terpencar ke mana-mana dan ada salah satu yang tepat mengenai sasaran. Bias dan Noise menurut Kahneman adalah penyebab utama terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan (error). Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk mengurangi Bias dan Noise dalam pengambilan keputusan oleh hakim adalah dengan menerapkan sentencing guideline.

Lebih lanjut dalam buku karya Kahneman menjelaskan bagaimana penerapan sentencing guideline di Amerika Serikat yang diinisiasi oleh Hakim Marvin Frankel. Hasilnya berpengaruh terhadap berkurangnya noise dalam pemberian hukuman di pengadilan federal. Sentencing guideline yang diwajibkan kepada para hakim menghasilkan berkurangnya disparitas hukuman di pengadilan federal. Namun, ketika sentencing guideline tidak lagi diwajibkan justru disparitas hukuman di pengadilan federal naik dua kali lipat. Kahneman juga menjelaskan dua upaya yang dapat digunakan untuk mengurangi error. Pertama adalah menggunakan pendekatan statistik. Kedua adalah dengan bantuan algoritma komputer untuk menghasilkan putusan yang lebih terprediksi. Jadi, penggunaan kecerdasan artifisial (artificial intelligence) dalam pengambilan keputusan menjadi semakin relevan.

Tags:

Berita Terkait