Rambu-rambu yang Harus Diperhatikan Korporasi dalam Perpres Beneficial Ownership
Utama

Rambu-rambu yang Harus Diperhatikan Korporasi dalam Perpres Beneficial Ownership

Mulai dari ragam upaya mengenali ultimate BO, kewajiban korporasi melakukan identifikasi dan verifikasi, sistem pengumpulan informasi, verifikasi lanjutan oleh otoritas negara, fungsi centre of registry dalam pengawasan, wewenang otoritas hingga pengenaan sanksi.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Ditambahkan Roy, untuk para pihak yang dapat menyampaikan informasi pemilik manfaat dari korporasi diatur dalam pasal 18 ayat (3) Perpres No. 13 Tahun 2018, yakni sebagai berikut:

 

  1. Pendiri atau pengurus korporasi;
  2. Notaris, atau;
  3. Pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus korporasi untuk menyampaikan informasi terkait pemilik manfaat dari korporasi.

 

Identifikasi dan Verifikasi BO

Tidak cukup jika BO yang diidentifikasi terhenti hanya sampai pada legal ownership PT saja, jelas Heni, melainkan harus dicari sampai ke ‘orang’ (natural person), juga tidak cukup hanya sampai informasi tentang BO biasa, tapi juga menjangkau ultimate BO. Dan menjadi tugas in-house atau orang-orang hukum korporasi untuk menggali seluruh resources yang ada. Adapun untuk segi penguatan pengawasan, kata Heni, nanti juga akan ada verifikasi tahap kedua di central registry (pusat pendaftaran badan usaha/hukum).

 

“Central registry ini untuk perusahaan yakni akan diverifikasi lewat Kemenkumham, untuk ormas di Kementrian Dalam Negeri dan bahkan BKPM sebagai pintu utama masuknya modal asing sedang berusaha kami rangkul juga untuk ikut bekerjasama terkait verifikasi BO ini,” ungkap Heni.

 

Dalam praktik penjaringan BO selama ini, terang Heni, pendeteksiannya dilakukan melalui key person maupun komputer perusahaan. Bahkan sering ditemukan banyak PT fiktif, direksi dan komisarisnya dipegang oleh orang yang sama dan pemilik tercatatnya justru pegawai perusahaan. Puluhan PT ini lolos karena peran oknum notaris yang seharusnya sebagai gate keeper, justru malah membantu kejahatan.

 

“Sehingga pasca verifikasi self assessment oleh pihak perusahaan, kita juga akan melakukan verifikasi terkait keakuratan data yang telah dilaporkan. Karena pada titik tertentu memang kita ga bisa percaya dengan gate keeper, ada masanya dimana kita harus mencari BO yang sebenarnya,” ungkap Heni.

 

Berbeda dengan negara yang sudah punya sistem bagus, jelas Heni, kewajiban untuk melaporkan BO itu ada pada diri BO itu sendiri, bukan korporasi. Bahkan ada yang mewajibkan pelaporan BO menggunakan statement atau surat pernyataan yang bilamana dilanggar akan dikenakan pidana terhadap yang bersangkutan. Sedangkan  Indonesia untuk tahap awal ini, kata Heni, kewajiban itu memang dilekatkan pada korporasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait