Reformulasi Keberadaan Peradilan Militer di Indonesia
Kolom

Reformulasi Keberadaan Peradilan Militer di Indonesia

​​​​​​​Merevisi UU Peradilan Militer, mulai memberikan  kewenangan kepada TNI untuk melakukan penyidikan khusus terhadap prajurit TNI yang melanggar dugaan tindak pidana umum, hingga membentuk jabatan baru Jaksa Agung Muda militer di bawah Jaksa Agung untuk diberi tugas melakukan penuntutan terhadap prajurit yang diduga melakukan tindak pidana di peradilan umum.

Bacaan 2 Menit

 

Proses pidana di peradilan umum memang perkara yang dilimpahkan oleh Penuntut Umum (PU) yang bekerja dilingkungan Kejaksaan RI. Pada praktiknya, penuntut umum memang diberikan kewenangan oleh UU dalam rangka melimpahkan perkara pidana ke pengadilan. Selain itu, penuntut umum berkewajiban membuktikan sangkaan yang tertuang dalam surat dakwaan.

 

Mengulik penjelasan Pasal 57  UU Peradilan Militer, menyebutkan Oditur Jenderal bertanggungjawab kepada Jaksa Agung sebagai penuntut umum  tertinggi. Dengan begitu, maka Oditur Jenderal sejatinya secara struktur berada di bawah Jaksa Agung sebagai  Jaksa Agung Muda Militer.  Karena itulah, Jabatan Jaksa Agung Muda Militer dapat diberi kewenangan melimpahkan perkara di peradilan umum. Khususnya terkait dengan prajurit TNI yang melakukan dugaan tindak pidana umum.

 

Dalam rangka mewujudkan gagasan tersebut, maka tak dapat dipungkiri diperlukan revisi terhadap UU tentang Peradilan Militer. Lagi pula, UU tentang Peradilan Militer belaku sudah puluhan tahun belum mendapatkan amandemen menyesuaikan dengan perkembangan yang ada dan KUHP Militer. Setidaknya beberapa poin yang mesti direvisi.

 

Pertama,  penegasan perihal prajurit TNI  yang diduga melakukan tindak pidana militer diproses pidana melalui peradilan militer. Sementara terhadap prajurit TNI yang diduga  melakukan tindak pidana umum, maka  diproses pidana melalui peradilan umum. Kedua, penegasan terhadap  pasal-pasal di KUHP Militer bagi prajurit TNI, tetap berlaku sepanjang  mengatur tindak pidana militer. Begitu pula KUHP berlaku untuk prajurit yang melakukan tindak pidana umum.

 

Ketiga, memberikan  kewenangan kepada TNI untuk melakukan penyidikan yang khusus melakukan penyidikan terhadap prajurit TNI yang melanggar tindak pidana umum. Keempat, membentuk jabatan baru Jaksa Agung Muda militer dibawah Jaksa Agung untuk diberi tugas melakukan penuntutan terhadap prajurit yang diduga melakukan tindak pidana di peradilan umum.

 

Jabatan baru tersebut  merupakan jabatan yang dapat dirangkap oleh Oditur Jenderal sebagaimana yang berlaku di UU tentang Peradilan Militer  untuk melakukan penuntutan  terhadap prajurit yang melakukan dugaan tindak pidana militer di Peradilan Militer. Kelima, penegasan bahwa terpidana prajurit TNI menjalankan pidananya di Lapas militer.

 

*)Dr. Reda Manthovani,.SH,.LLM adalah Tenaga Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait