Rekapitulasi Suara Rawan Manipulasi
Berita

Rekapitulasi Suara Rawan Manipulasi

Badan Pengawas sudah menerbitkan aturan pengawasan rekapitulasi suara.

ADY
Bacaan 2 Menit
Rekapitulasi Suara Rawan Manipulasi
Hukumonline
Salah satu hal yang disorot pasca pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014 yang berlangsung 9 April 2014 adalah proses penghitungan atau rekapitulasi suara. Berdasarkan pemantauannya selama ini, Kemitraan yakin ketaatan petugas penyelenggara Pemilu terhadap prosedur menentukan kualitas hasil Pemilu. Penasehat pemantauan Kemitraan, Wahidah Suaib, menjelaskan prosedur pemungutan dan penghitungan suara yang dijalankan petugas penyelenggara Pemilu menjadi tolak ukur dalam menentukan kualitas dan integritas Pemilu pada tahapan tersebut.

Wahidah menyebut dari pantauan Kemitraan di 942 tempat pemungutan suara (TPS) ditemukan banyak terjadi pelanggaran prosedur baik yang disengaja atau kelalaian. Tapi yang jelas tindakan itu berpotensi menimbulkan manipulasi hasil penghitungan suara. “Pelanggaran prosedur di TPS membuka peluang terjadinya manipulasi,” katanya saat melaporkan hasil pemantauan Kemitraan kepada Bawaslu di kantor Bawaslu Jakarta, Senin (21/4).

Berbagai temuan itu diantaranya 64 kasus kotak suara tidak tergembok dan tersegel saat PPS menerima dari KPPS. Pemilih akan mewakili pemilih lain untuk menggunakan hak pilihnya ada 101 temuan. KPPS tidak mencoret atau memberi tanda silang pada semua surat suara yang tidak terpakai tercatat 161 kasus.

Parahnya lagi, Wahidah melanjutkan, KPPS tidak konsisten dalam menetapkan suara sah dan tidak sah pada proses penghitungan suara. Misalnya, menyatakan satu suara sah untuk partai politik (parpol) apabila tanda coblos berada pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan nama parpol. Serta tanda coblos lebih dari satu calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari parpol yang sama. Terhadap hal itu ada 61 TPS di Papua yang menyatakan sah dan 22 TPS menyebut tidak sah. Sedangkan di NTB 68 TPS menyatakan sah dan 11 TPS tidak.

Pelanggaran prosedur yang berpotensi menimbulkan manipulasi suara dalam penghitungan suara menurut Wahidah juga terjadi karena KPPS tidak memberi kesempatan kepada saksi untuk menyampaikan keberatan. Kemudian, KPPS tidak segera melakukan perbaikan atas hal yang dijadikan keberatan oleh saksi. Kondisi serupa dialami pengawas pemilu lapangan (PPL). “KPPS tidak segera melakukan pembetulan atas keberatan pengawas pemilu lapangan yang sudah sesuai aturan,” urainya.

Wahidah menambahkan, dari pemantauan ada 11 PPS yang tidak memberi kesempatan kepada saksi untuk menyampaikan keberatan. Pemantau juga menemukan ada 13 PPS yang tidak segera melakukan pembetulan hasil rekapitulasi berdasarkan keberatan saksi. Padahal, Peraturan KPU No. 27 Tahun 2013 mewajibkan PPS untuk melakukan pembetulan berdasarkan keberatan saksi yang sudah memenuhi ketentuan.

Selain itu, dikatakan Wahidah, ada 5 PPS yang tidak segera melakukan pembetulan hasil rekapitulasi atas keberatan dan rekomendasi yang diajukan PPL. “Peraturan KPU No. 27 Tahun 2013 mewajibkan PPS untuk melakukan pembetulan berdasarkan keberatan/rekomendasi PPL yang sesuai aturan,” tandasnya.

Kondisi itu menurut Wahidah diperparah dengan tingkat kehadiran saksi pada rekapitulasi di PPS. Dari 1062 PPS yang dipantau menunjukan peserta pemilu tidak secara penuh menggunakan haknya untuk mengawal proses dan hasil pemilu. Misalnya, di Papua, tingkat kehadiran saksi parpol di PPS dari partai Demokrat hanya 85,71 pesen, Golkar 82,86 persen dan PAN 77,14 persen. Di Maluku, saksi dari PDIP hanya 95,10 persen, Golkar 93,14 persen dan Gerindra 89,22 persen.

Walau mengapresiasi kerja keras KPU dalam melaksanakan Pemilu 2014 agar lebih baik dari Pemilu periode sebelumnya, seperti transparan dalam mengelola daftar pemilih tetap (DPT), daftar calon tetap (DCT) dan laporan dana kampanye, tapi Wahidah mengatakan hal itu tercoreng oleh berbagai bentuk pelanggaran. Diantaranya manipulasi hasil penghitungan atau rekapitulasi suara yang melibatkan jajaran petugas KPU di daerah. Oleh karenanya KPU dituntut serius merealisasikan pembentukan tim untuk mengungkap dugaan pelanggaran tersebut.

Setelah tim bentukan KPU itu melakukan investigasi, Wahidah berharap agar hasilnya dipublikasikan. KPU juga harus tegas mengambil tindakan jika terbukti ada jajarannya yang tidak netral dan terlibat politik transaksional. “KPU perlu melaporkan jajarannya yang terlibat kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),” tuturnya.

Ia juga mendesak Bawaslu untuk membentuk tim guna mengungkap secara terbuka dugaan keterlibatan jajarannya dalam politik transaksional. Pasalnya, hal itu tidak hanya dikeluhkan pemilih, tapi juga peserta Pemilu. Sejalan hal itu Bawaslu diminta tegas terhadap jajarannya yang terbukti melakukan pelanggaran dan melaporkannya ke DKPP.

Komisioner Bawaslu, Daniel Zuchron, menegaskan Bawaslu akan menindaklanjuti laporan yang disampaikan organisasi pemantau Pemilu, termasuk Kemitraan. Terkait rekapitulasi suara, ia mengatakan kemungkinan bakal disiapkan untuk menambah waktu. Pasalnya, ada sejumlah daerah yang belum selesai melakukan rekapitulasi suara. Bawaslu juga sudah menerbitkan aturan mengenai pengawasan pelaksanaan rekapitulasi suara.

Daniel mengatakan penambahan batas waktu itu berpeluang dilakukan karena terjadi kesalahan prosedur yang dilakukan petugas di lapangan. Akibatnya terjadi kesalahan dalam proses rekapitluasi suara, seperti menghitung dan menulis jumlah hasil pemungutan suara.

Daniel menjelaskan batas waktu rekapitluasi suara untuk DPRD di tingkat kabupaten/kota yaitu 21 April 2014. Sedangkan provinsi pada 24 April 2014 dan 9 Mei 2014 untuk tingkat nasional. “Seperti yang terjadi di Maluku, ada beberapa yang belum ada hasil rekapitulasi suara karena masih dilakukan penghitungan di tingkat PPK,” tukasnya.

Terkait petugas penyelenggara Pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran, Daniel mengatakan Bawaslu merekomendasikan agar petugas yang bersangkutan tidak melakukan kerja-kerjanya dalam Pemilu Calon Presiden dan Wakilnya (Pilpres). Pasalnya, jika petugas tidak melaksanakan tugasnya sesuai prosedur maka akan menimbulkan banyak kesalahan teknis yang mempengaruhi rekapitulasi suara. “Kalau hasil rekapitulasi dari tingkat bawah sudah salah nanti berpengaruh ke tingkat atas,” ucapnya.

Dari pantauannya Daniel mengakui masih ada daerah kesulitan melakukan rekapitulasi suara. Bawaslu sudah merekomendasikan agar memeriksa kembali hasil rekapitulasi suara yang dirasa janggal. Bawaslu juga meminta petugas pengawas Pemilu tegas mengambil tindakan. Jika tindakan tegas tidak dilakukan langsung di lokasi pelanggaran, ini semakin membuat rumit tahapan selanjutnya.
Tags:

Berita Terkait