Revisi UU Agraria Tanpa Boedi Harsono
Obituari:

Revisi UU Agraria Tanpa Boedi Harsono

Dikenal sebagai dosen yang disiplin.

Ali
Bacaan 2 Menit
Pembahasan revisi UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria terus dibahas oleh Komisi II tanpa Prof Boedi Harsono. Foto: SGP
Pembahasan revisi UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria terus dibahas oleh Komisi II tanpa Prof Boedi Harsono. Foto: SGP

Dua Guru Besar Hukum Agraria dari dua universitas terbaik di Indonesia menyambangi Gedung DPR. Mereka adalah Prof Arie Sukanti Hutagalung dari Universitas Indonesia dan Prof Maria Soemardjono dari Universitas Gajah Mada. Siang itu, kedua profesor hadir dalam rangka pembahasan revisi UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang mulai dibahas oleh Komisi II DPR. 

 

Kesimpulan dua profesor ini tak jauh berbeda. Maklum, mereka satu guru dan satu ilmu. “Mohon doanya, saat ini Prof Boedi Harsono sedang dirawat di ruang ICU Rumah Sakit (RS) Elisabeth,” ujar Prof Arie menceritakan keadaan ‘guru’ mereka, Rabu (12/10)

 

Namun, Allah SWT berkehendak lain. Pada, Selasa (18/10), Prof. Boedi telah berpulang ke Yang Maha Kuasa. Hari ini, Rabu (19/10), jasad maestro hukum agraria Indonesia itu menyatu dengan bumi. Sayangnya, kabar duka ini hadir di tengah upaya DPR yang ingin merevisi UU Pokok Agraria.

 

Sosok Prof Boedi memang tak bisa dilepaskan dari UU Pokok Agraria. Beliau adalah salah seorang penggagas lahirnya beleid yang diterbitkan 1960. Karenanya, setiap ada persoalan hukum tanah atau pun hendak membuat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria, Prof Boedi adalah narasumber yang wajib didengarkan oleh pemerintah atau DPR.

 

Sekelumit tentang Prof. Boedi Harsono

Prof. Boedi dilahirkan di Berbek, Jawa Timur, 3 Mei 1922. Pria yang memiliki dua orang anak ini menyelesaikan Strata-1 di Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Indonesia pada 1952 dengan memperoleh gelar Meester in de Rechten. Selain itu, Beliau juga pernah melakukan studi banding bidang Hukum Tanah atau Agraria pada Perguruan Tinggi dan Instansi Pemerintah di Korea Selatan, Taiwan, Republik Rakyat China, Muangthai, Malaysia, Singapura, Australia, Arab Saudi, Turki, Belanda, Jerman, Perancis dan Amerika Serikat.

 

Berbagai karya telah dihasilkan oleh penerima ‘Tanda Kehormatan Bintang Jasa dari Presiden Republik Indonesia’ ini. Di antaranya, ‘Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan Hukum Tanah)’, ‘Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya)’, ‘Agrarian Law (A Survey of the Indonesian Economic Law)’, ‘Menunju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional dalam hubungannya dengan TAP MPR RI IX/MPR/2001’, dan ‘The Development of the Indonesian Land Law from Adat Law to Modern Times’.

 

Prof. Boedi dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Agraria Universitas Trisakti pada 27 September 1987 dengan pidato berjudul ‘Hukum Agraria Nasional dalam Pendidikan Hukum di Indonesia dan Pembangunan Nasional’.

Sumber: Situs Universitas Trisakti

 

Notaris dan PPAT Irma Devita Purnamasari mengagumi sosok Prof Boedi yang terkenal disiplin. Ia mengenang masa ketika mengambil Magister Kenotariatan (MKn) di Fakultas Hukum UI pada 1998 lalu. “Kuliah jam tiga sore itu pasti on time. Terlambat lima menit saja, mahasiswa tak boleh masuk. Padahal, kebanyakan mahasiswa S2 itu kan pekerja. Namun, kedisiplinan itu yang saya kagumi dari Prof Boedi,” ujarnya kepada hukumonline, Rabu (19/10).

 

Bila menyangkut keilmuan Prof Boedi dalam hukum agraria, tak usah ditanya. Irma menilai dalam bidang hukum agraria, Prof Boedi ibarat mesin otomatis yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. “Beliau sudah seperti google,” tuturnya.

Tags: