Saksi Sebut 4 Pimpinan Komisi VII Terima Aliran Dana
Kasus SKK Migas

Saksi Sebut 4 Pimpinan Komisi VII Terima Aliran Dana

Sutan Bhatoegana bantah terima uang.

NOV
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tipikor Jakarta gelar sidang mendengarkan kesaksian mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi, Selasa (25/2). Foto: SGP
Pengadilan Tipikor Jakarta gelar sidang mendengarkan kesaksian mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi, Selasa (25/2). Foto: SGP
Rapat kerja anggota dewan dan kementerian sudah menjadi agenda rutin DPR. Masing-masing komisi di DPR memiliki mitra kerja. Komisi VII misalnya. Komisi yang dipimpin politisi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana ini bermitra dengan sejumlah kementerian, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Namun, bagaimana jika sekali rapat dengan Komisi VII, Kementerian ESDM harus menggelontorkan uang AS$140 ribu? Uang tersebut diberikan menjelang rapat kerja Komisi VII dengan Kementerian ESDM. Empat pimpinan dan 43 anggota Komisi VII DPR disebut menerima aliran dana dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Hal itu terungkap dari kesaksian mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/2). Saat menjadi saksi untuk terdakwa Rudi, Didi mengatakan pernah diminta Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno menyiapkan sejumlah dana untuk diberikan ke Komisi VII DPR.

Didi menceritakan, pada 28 Mei 2013, menjelang rapat dengan Komisi VII, Waryono memintanya menelepon SKK Migas. Meski awalnya tidak bersedia, Didi akhirnya menelepon Hardino, tenaga ahli SKK Migas. Didi menelepon Hardiono setelah Waryono memanggil Kabiro Perencanaan Kementerian ESDM Ego Syahrial untuk membantu Didi.

Dalam sambungan telepon, Didi menanyakan uang yang diminta Waryono. Hardiono langsung mengerti. Tak berapa lama, Hardiono datang membawa uang. Waryono meminta Didi menghitung uang bersama-sama Ego. Setelah mengetahui jumlah seluruhnya AS$140 ribu, Waryono menggambar matriks pembagian uang di papan kertas.

“Empat pimpinan Komisi VII AS$7500. Ketua dan Wakil Komisi. Untuk anggota Komisi VII, jumlah 43 orang, sekitar AS$2500. Satu lagi untuk sekretariat AS$2500. Uang dimasukan dalam amplop. Pimpinan empat amplop, anggota 43 amplop. Masih ada tambahan untuk mereka yang perjalanan dinas ke luar negeri, saya lupa jumlahnya,” kata Didi.

Amplop-amplop tersebut dimasukan Didi ke dalam sebuah tas. Lalu, Didi diminta Waryono menyerahkan ke Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana. Didi merasa takut, sehingga ia menyerahkan tas melalui Staf Khusus Sutan, Irianto. Didi meminta Irianto menandatangani tanda terima, dan tanda terima itu kini sudah diserahkan ke penyidik.

Menjelang rapat berikutnya dengan Komisi VII, pada 12 Juni 2013, Didi kembali dipanggil Waryono. Didi menyatakan, Waryono memberitahukan bahwa SKK Migas sudah menyiapkan dana. Kemudian, orang suruhan Rudi datang mengantar uang. Didi menghitung uang, tapi jumlah uang tidak sebesar yang lalu. Hanya AS$50 ribu.

Menurut Didi, Waryono khawatir anggota Komisi VII akan marah menerima uang yang jauh lebih sedikit dibanding rapat sebelumnya. Akhirnya, Didi berangkat ke DPR tanpa membawa uang AS$50 ribu. Sesuai petunjuk Waryono, Didi menyimpan uang itu di ruang kerjanya. Didi mengaku sempat panik ketika Rudi ditangkap KPK.

“Saya sampaikan ke Pak Sekjen, yang AS$50 ribu dari Pak Rudi bagaimana? Tapi, tidak ada tanggapan. Terus saya lapor ke teman-teman yang tahu hukum. Saran mereka, nanti kan Pak Didi dipanggil (KPK). Sampaikan di situ saatnya yang tepat. Lalu, saat saya dipanggil (KPK), saya sampaikan uang itu,” ujarnya.

Waryono yang juga menjadi saksi untuk Rudi, membantah telah menerima uang dari Rudi. Ia membantah memerintahkan Didi menyerahkan uang tersebut ke Komisi VII. Waryono mengaku baru mengetahui ada pemberian uang setelah kejadian penangkapan Rudi. Ia menggelar rapat kilat dengan staf-stafnya dan menegur Didi.

“Peristiwa bulan Juni, justru saya baru tahu 26 November 2013. Saya panggil semua staf. Kami adakan rapat kilat karena Didi mau dipanggil KPK. Saya baru mengerti ternyata ada dua titipan. Waktu Didi menerima, saya tidak pernah dilapori. Saya bilang kenapa you terima? Kami kan tidak boleh terima yang seperti itu,” tuturnya.

Waryono berkali-kali bersumpah tidak pernah menerima uang dari Rudi. Ia bahkan mengklaim sebagai orang yang pertama kali menandatangani pakta integritas anti korupsi. Mendengar pernyataan Waryono, penuntut umum lalu memutarkan rekaman percakapan telepon Waryono dengan Rudi menjelang rapat dengan Komisi VII.

Dalam rekaman itu, Waryono meminta arahan Rudi mengenai dana yang akan diberikan kepada SB (Sutan Bhatoegana). Waryono dengan suara sedikit berbisik mengatakan, tidak mungkin menggunakan APBN untuk menalangi dana-dana seperti itu. Menanggapi permintaan Waryono, Rudi berencana menelepon Dirut Pertamina.

Rudi Insya Allah saya hadir
Waryono Nah, untuk antisipasi itu, barangkali yang ini. Hanya arahannya Pak Menteri memang lewat Pak ZA. Pak, yang dananya gitu. Bagaimana ininya, yang bapak kepada Pak SB itu gimana ya?
Rudi Hemm..
Waryono Tapi, kan kemarin kayaknya bapak proses advance dulu. Oleh karena itu, mohon arahan, karena di kita kan, uang APBN ga mungkin Pak Rudi.
Rudi Iya iya betul. Kemarin saya coba, yang buka kendangnya dari kita
Waryono Enjeh Enjeh..
Rudi Tutup kendangnya. Tadinya saya pikir dari Pertamina. Pertamina sudah dihubungi pak, Bu Karen.
Waryono Pertamina itu kayaknya hanya tunduk ke SKK itu. Hanya mau oke kalau SKK yang ngontak. Mboten. Kalau dari institusi pemerintah, nggak. Ini seperti kayak PLN.
Rudi Kalau gitu, saya telepon Bu Karen yah. Supaya nanti saya buka tutup kendangnya. Jadi biar sharing gitu.
Waryono Enjeh Enjeh. Monggo bapak..
Rudi Oke. Nanti dari itu, yang handle ZA ya? Yang handle untuk acara sekarang, nanti siapa?
Waryono Eh, kita pak. Nanti SB langsung dengan kita bapak
Rudi Oke. Saya telepon Bu Karen kalau gitu
Waryono Nanti mungkin segitiganya bapak, Pak Menteri, saya kemudian Bu Karen. Tapi Bu Karen mungkin cukup Pak Hanung kali pak.
Sumber : Rekaman di persidangan
Waryono bersikukuh tidak pernah menerima uang dari Rudi. Ia berkelit pembicaraan itu hanya menanyakan, apakah Rudi akan hadir dalam rapat. Pernyaatan Waryono ini membuat salah seorang anggota majelis hakim memperingatkan sanksi pidana seorang saksi yang bersumpah palsu. Namun, Waryono tetap membantah menerima uang.

Sama halnya dengan Sutan Bhatoegana. Ketua Komisi VII DPR ini mengatakan tidak pernah menerima uang melalui Staf Khususnya, Irianto. Sutan baru mengetahui ada pemberian uang dari Kementerian ESDM setelah perkara Rudi terungkap. Ia sempat menanyakan kepada Irianto mengenai kebenaran pemberian itu.

“Dia bilang pernah ke ESDM. Dia dapat titipan untuk diserahkan ke pimpinan Komisi VII. Setelah itu saya tidak tahu. Dia serahkan titipan ke staf yang satu lagi, namanya Iqbal. Tapi saya tidak pernah ketemu lagi dengan Iqbal. Kecelakaan dia. Iqbal itu sering datang ke tempat saya, kadang bantu-bantu, tapi dia bukan apa-apa,” jelasnya.

Usai sidang, Rudi menyatakan, rekaman percakapannya dengan Waryono memang membicarakan kebutuhan dana untuk Komisi VII dalam rangka APBNP 2013. Uang yang diberikan Rudi kepada Waryono berasal dari Gerhard Rumeser. Mengenai ZA yang dimaksud dalam percakapan adalah Zainudin Amali, Wakil Ketua Komisi VII DPR.
Tags:

Berita Terkait