Sekuritisasi Aset Alternatif Pendanaan KPR
Berita

Sekuritisasi Aset Alternatif Pendanaan KPR

Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas bank dalam menyalurkan kredit baru.

FAT
Bacaan 2 Menit
Sekuritisasi Aset Alternatif Pendanaan KPR
Hukumonline
Sekuritisasi aset bisa menjadi alternatif sumber pendanaan perbankan dalam menyalurkan kredit. Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono mengatakan, dengan sekuriti aset, perbankan dapat meningkatkan kapasitasnya dalam menyalurkan kredit baru.

BTN sendiri menargetkan sekuritisasi aset Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp10 triliun, atau 10 persen dari total aset BTN yang sebesar Rp100 triliun. Angka Rp10 triliun tersebut rencananya ditargetkan akan tercapai hingga tiga tahun ke depan. "Dalam tiga tahun ke depan, 10 persen itu sudah bagus," katanya di Jakarta, Rabu (12/2).

Hingga tahun 2013, total sekuritisasi aset BTN yang telah tercapai sebesar Rp3,9 triliun. Sedangkan target di tahun 2014, BTN berharap sekuritisasi asetnya mencapai Rp1,5 triliun. Angka ini meningkat jika dibandingkan tahun 2013 yang sebesar Rp1 triliun.

Menurutnya, melalui sekuritisasi aset, perbankan dapat melakukan pengembangan bisnis dan peningkatan pendapatannya melalui pendapatan jasa (fee based income). Dengan cara ini pula, BTN berharap nasabahnya dapat masuk ke consumer banking.

Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Rahardjo Adisusanto mengatakan, sepanjang tahun 2013 SMF telah mengalirkan dana dari pasar modal ke penyalur KPR sebesar Rp3,5 triliun. Angka tersebut terdiri dari fasilitas sekuritisasi sebesar Rp2,51 triliun dan penyaluran pinjaman sebesar Rp1,5 triliun.

Terkait tingginya suku bunga, SMF menyesuaikan jangka waktu KPR dengan kemampuan debitur. ‪"Kami menyesuaikan kemampuan debitur di saat bunga tinggi dengan memberi jangka waktu KPR yang lebih panjang, sampai 10 tahun dengan cicilan bunga tetap," kata Rahardjo.

Sayangnya, lanjut Rahardjo, selama ini perbankan dan penyalur KPR masih fokus pada masyarakat kalangan menengah ke atas. Sehingga, berdampak pada penyaluran KPR untuk masyarakat menengah bawah. Menurutnya, selama ini masyarakat kalangan menengah ke bawah masih banyak yang belum tersentuh KPR.

Laba Terpangkas
Tingginya bunga kredit, juga berdampak pada menurunnya pertumbuhan laba rata-rata perbankan. Pada tahun 2013, pertumbuhan laba perbankan rata-rata sebesar 14-17 persen, sedangkan di tahun sebelumnya di atas 20 persen. Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, tingginya suku bunga hingga 7,5 persen membuat perbankan memangkas labanya.

"Suku bunga naik 7,5 persen, jadi bank-bank itu banyak mengorbankan labanya. Karena kalau dia naikkan suku bunga, juga banyak kredit macet," kata Aviliani.

Menurutnya, daripada angka kredit macet besar, lebih bank mengorbankan labanya. Hal ini bisa dilihat dari Nett Interest Margin (NIM) perbankan yang mulai turun. Hal ini berdampak pada ketatnya persaingan antar bank. "NIM-nya sudah mulai turun, ya bagus dong berarti persaingan makin jalan," tambahnya.

Untuk tahun 2014, Aviliani memprediksikan bahwa suku bunga acuan atau BI Rate tak akan turun. Alasannya karena pada tahun tersebut stimulus moneter atau tapering off dari The Fed Amerika Serikat (AS) akan berkurang. "Menurut saya BI Rate masih di 7,5 persen, kalau untuk menurunkan kayanya enggak yah kalau tetep iya, kalau menaikkan itu antara 8 persen. Tapi sampai semester I-2014 kemungkinan masih 7,5 persen," katanya.

Terkait angka kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) pada tahun 2014, Aviliani melihat tak akan terlalu besar. Namun, hal tersebut bukan berarti NPL tak akan membengkak. Salah satu penentu angka NPL adalah kebijakan pemerintah. "Jadi regulasi pemerintah juga sangat menentukan kredit macet," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait