Serikat Pekerja Mendesak Peraturan Pelaksana BPJS Direvisi
Berita

Serikat Pekerja Mendesak Peraturan Pelaksana BPJS Direvisi

Yaitu PP tentang Penerima Bantuan Iuran dan Perpres tentang Jaminan Kesehatan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Serikat Pekerja Mendesak Peraturan Pelaksana BPJS Direvisi
Hukumonline

Peraturan Pemerintah (PP) No.101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peraturan Presiden (Perpres) No.12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes), direvisi.

Serikat pekerja yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) mendesak agar pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes).

Kedua peraturan pelaksana BPJS Kesehatan itu dinilai bertentangan dengan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Menurut anggota presidium MPBI, Said Iqbal, kedua peraturan pelaksana itu ditengarai akan menghambat rakyat untuk mendapat hak pelayanan Jamkes. Iqbal mencatat sedikitnya sembilan hal yang patut disorot dalam peraturan pelaksana itu.

Pertama, pemerintah dinilai melanggar pasal 7 ayat (1) UU BPJS, karena dalam Perpres Jamkes BPJS disebut sebagai badan hukum. Padahal UU BPJS mengamanatkan BPJS sebagai badan hukum publik. Iqbal menilai pemerintah mereduksi kedudukan hukum BPJS. Akibatnya, dalam PP PBI dan Perpres Jamkes memerlukan banyak ketentuan yang mesti diatur dengan peraturan atau keputusan Menteri.

Kedua, dalam PP PBI, Iqbal melihat orang tak mampu didefenisikan sebagai orang yang mempunyai pekerjaan dan upahnya hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak tapi tak mampu membayar iuran BPJS bagi dirinya dan keluarganya. Mengacu UU Ketenagakerjaan, menurut Iqbal, orang tak mampu harus diartikan dengan orang yang punya pekerjaan dengan penghasilan sama atau kurang dari ketentuan upah minimum yang berlaku di wilayah setempat.

Ketiga, pemerintah dirasa mempersulit fakir miskin dan orang tak mampu untuk mendapat hak atas Jamkes tanpa diskriminasi. Pasalnya, KAJS dan MPBI melihat pemerintah membuat ketentuan untuk mendefinisikan fakir miskin dan orang tak mampu. Padahal, UU SJSN tak mengamanatkan agar pemerintah membuat ketentuan itu. 

Menurut Iqbal upaya mempersulit rakyat untuk mendapat hak Jamkes itu semakin kentara ketika Menteri Keuangan mengurangi jumlah penerima PBI dari 96,4 juta orang menjadi 86,4 juta orang. Serta bantuan iuran yang besarannya telah disepakati Rp22.100/orang/bulan berubah menjadi Rp15ribu/orang/bulan. Menurutnya, penetapan kriteria dan pendataan fakir miskin adalah tugas serta tanggungjawab pemerintah sebagaimana amanat UU Fakir Miskin.

Tags:

Berita Terkait