Soal Kasus BW dan Samad, Fadli Zon: Hukum Harus Tetap Ditegakkan!
Berita

Soal Kasus BW dan Samad, Fadli Zon: Hukum Harus Tetap Ditegakkan!

Semestinya bila tidak terdapat bukti terhadap perkara keduanya, penyidikan di tingkat kepolisian dari dahulu dihentikan. Sebaliknya, bila terdapat bukti maka menghentikan perkara merupakan pelecehan terhadap hukum.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. Foto: www.dpr.go.id
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. Foto: www.dpr.go.id
Jaksa Agung HM Prasetyo resmi melayangkan surat ke pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti Komisi III untuk meminta pertimbangan terkait penghentian perkara di tingkat penuntutan demi kepentingan umum terhadap kasus Bambang Widjojanto (BW) dan Abraham Samad. Namun, sejumlah anggota dewan justru heran dengan langkah tersebut.

“Hukum harus ditegakan apapun ceritanya,” ujar Wakil Ketua DPR, Fadli Zon di Gedung DPR, Selasa  (16/2).

Penegakan hukum memang tidak boleh melakukan kriminalisasi. Namun, bila kemudian dihentikan perkara di tingkat penuntutan demi kepentingan umum (Seponering), itu menandakan Kejaksaan telah mengabaikan kerja penyidik kepolisian. Setidaknya, kerja penyidikan kepolisian dianulir oleh pihak Kejaksaan melalui kewenangan Jaksa Agung tersebut.

“Ini akan menimbulkan demoralisasi di kalangan polisi karena sudah melakukan suatu proses, berarti apa yang sudah dilakukan polisi salah, kejaksaan agung dan presiden juga harus melihat ini, jangan hanya kasus ini politis,” ujar politisi Gerindra itu.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman berpandangan, usulan Jaksa Agung yang akan menggunakan kewenangan dengan memberikan seponering sama halnya ‘pemberian pengampunan’. Menurutnya, langkah seponering yang bakal ditempuh Jaksa Agung sesuai UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, bukan tidak mungkin sepengetahuan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Luhut B Panjaitan.

“Tanpa ada angin dan hujan, Jaksa Agung mengirimkan surat meminta pertimbangan pemberian amnesti tanda kutip,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu berpendapat, semestinya bila tidak terdapat bukti terhadap perkara mantan pimpinan KPK Jilid III, itu dilakukan penghentian di tingkat penyidikan oleh kepolisian. Polisi mestinya membebaskan keduanya dari jeratan hukum. Sebaliknya bila terdapat bukti, menghentikan perkara merupakan pelecehan terhadap hukum.

“Jangan mainkan hak asasi manusia kemudian dengan gampang diberikan seponering. Yang susah ini Kejaksaan dan kepolisian, bagaimana mereka mempertanggungjawabkan ini,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III lainnya, Trimedya Panjaitan mengatakan instruksi Presiden Joko Widodo kepada Jaksa Agung untuk menerbitkan seponering terhadap perkara Samad dan BW bukan semata menjaga popularitas di hadapan rakyat. Namun, perlu dilihat jangka panjang yakni Pemilihan Presiden 2019. Menurutnya, bila Jokowi menginginkan terpilih kembali sebagai orang nomor satu di Tanah Air, mesti menjaga popularitas.

Sebelumnya, Staf Khusus Bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan instruksi Presiden terhadap Jaksa Agung ketika adanya pertemuan di Istana dengan Kapolri. Menurut Johan, Jaksa Agung HM Prasetyo diminta menuntaskan kasus tersebut sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.

Jaksa Agung, sesusai dengan Pasal 35 huruf C memang memiliki kewenangan prerogratif menghentikan perkara demi kepentingan umum. Merujuk Pasal itu, opsi yang memungkinkan untuk ditempuh adalah dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penutupan (SKPP) atau mengasampingkan perkara demi kepentingan umum.

Pasalnya, perkara yang dijadikan jeratan terhadap BW dan Samad dinilai berlarut-larut. Makanya perlu diselesaikan agar dapat fokus pada pembangunan ekonomi. “Perlu diselesaikan agar bisa move on ke pembangunan ekonomi,” pungkasnya awal Februari lalu.

Tags:

Berita Terkait