Tahun 2023 LBH Jakarta Menerima 726 Pengaduan
Terbaru

Tahun 2023 LBH Jakarta Menerima 726 Pengaduan

Dari 726 pengaduan jumlah pencari keadilan mencapai 8.467. Sebanyak 32,5 persen dari total pengaduan berkaitan dengan isu pemukiman masyarakat urban dan perburuhan 16,5 persen.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Tiga tahun setelah UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan -kini menjadi UU No.6 Tahun 2023-, Citra mencatat beleid itu banyak melahirkan kasus pelanggaran HAM. Regulasi tersebut nyatanya memfasilitasi pengusaha dengan beragam alasan yang sah untuk mengebiri hak buruh. LBH Jakarta kerap menemui kasus pelanggaran hak-hak normatif buruh/pekerja. Tercatat 120 kasus perburuhan (Nov 2022 s/d Oktober 2023) diadukan melalui mekanisme konsultasi hukum LBH Jakarta.

Berbagai kasus perburuhan yang diterima LBH Jakarta antara lain 8 kasus terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, 63 kasus terkait hak normatif seperti upah, lembur, tunjangan hari raya (THR), jam kerja dan lain-lain, serta 3 kasus terkait buruh migran. Sementara itu, kasus pidana perburuhan tercatat 39 kasus. Sisanya terkait masalah pekerja gig economy, serikat buruh dan lainnya.

Investasi dan pembangunan yang disokong pemerintah menurut Citra meminggirkan hak warga negara. Tercatat November 2022 – Oktober 2023 LBH Jakarta menerima 115 pengaduan konflik agraria dan 7 kasus penggusuran paksa. Hak-hak terdampak dalam sejumlah kasus tersebut diantaranya hak atas standar hidup yang layak, hak atas kesehatan, hak mendapat perlindungan dari kekerasan aparat, hak atas perumahan yang layak, dan lain-lain.

Rampas ruang hidup warga

Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi alat merampas ruang hidup warga. Pada tahun 2023, LBH Jakarta menerima pengaduan ancaman penggusuran paksa dari warga Kampung Bulak, Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat. Warga yang menggarap lahan sejak tahun 1990-an menghadapi ancaman pembangunan kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang diberi ‘stempel’ Proyek Strategis Nasional.

Melalui UU No.51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, penggusuran paksa tanpa musyawarah dan tanpa melalui putusan pengadilan seolah-olah mendapatkan legitimasi hukum. Aturan tersebut bahkan diadopsi oleh Pemerintah DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur (Pergub) No.207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak.

Menurut Citra, catatan LBH Jakarta terdapat 3 wilayah atau kampung kota yang terancam penggusuran paksa melalui legitimasi Pergub ini, yakni Sunter Agung, Menteng Dalam, dan Pancoran Buntu II. KMR tak luput pula dari represi dan pengabaian. Citra mencontohkan di Kota Bogor, terdapat Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S).

Perda ini berpotensi melanggengkan stigma terhadap kelompok minoritas identitas gender dan orientasi seksual. Stigmatisasi tersebut merupakan akar penyebab terjadinya tindakan persekusi terhadap kelompok LGBTI+. Selain itu, tindakan diskriminatif juga masih dihadapi oleh kelompok minoritas agama dan kepercayaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait