Tahun 2023 LBH Jakarta Menerima 726 Pengaduan
Terbaru

Tahun 2023 LBH Jakarta Menerima 726 Pengaduan

Dari 726 pengaduan jumlah pencari keadilan mencapai 8.467. Sebanyak 32,5 persen dari total pengaduan berkaitan dengan isu pemukiman masyarakat urban dan perburuhan 16,5 persen.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Akhir tahun 2022, jemaat HKBP Betlehem (Pos Parmingguan) di Batu Gede, Desa Cilebut Barat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menghadapi pelarangan ibadah natal pada 24 dan 25 Desember 2022 oleh warga dan aparat kepolisian. Ibadah dianggap tidak sah lantaran dilaksanakan di rumah pribadi. Pembatasan hak beribadah ini adalah pelanggaran terhadap UUD 1945, UU HAM, dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik.

Tahun 2023 LBH Jakarta menerima 61 kasus kekerasan terhadap perempuan. Beberapa diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual dan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Proses pemeriksaan perkara seringkali terhambat lantaran aparat penegak hukum, terutama kepolisian tidak memiliki perspektif korban dan adil gender. Tidak sedikit korban mengalami reviktimisasi selama proses peradilan. Penolakan laporan, undue delay, hingga sikap victim blaming aparat merupakan hambatan umum yang menghantui korban.

“Selain masalah kultur, keadilan bagi korban masih terjal dijalani lantaran beberapa aturan penting belum kunjung disahkan. Misal, aturan turunan dari UU TPKS, pengesahan RUU PPRT yang belasan tahun selalu parkir dalam daftar prolegnas, hingga belum diratifikasinya Konvensi ILO No.190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja,” urai Citra.

Tak ketinggalan Citra mengingatkan kritik masyarakat terhadap berbagai fenomena pelanggaran HAM justru diancam dengan pidana. Misalnya, pembela HAM Fatiah Maulidiyanti dan Haris Azhar dikiriminalisasi hanya karena menyuarakan persoalan pelanggaran HAM di Papua melalui kajian riset yang disiarkan melalui medium podcast. Demonstrasi buruh, mahasiswa dan berbagai kelompok tidak lepas dari represifitas dan kriminalisasi. Presiden merestui aparat kepolisian melakukan tindakan brutal. Rakyat ditangkap sewenang-wenang, disiksa, bahkan diburu.

Menurut Citra respons represif paling brutal dapat dilihat ketika kepolisian menangani aksi demonstrasi pada May Day 2019, aksi Bawaslu 21-23 Mei 2019, aksi Reformasi Dikorupsi 23-30 September 2019, hingga aksi protes penolakan omnibus law di berbagai wilayah. “Represifitas ini memakan ratusan korban hingga meninggalnya beberapa mahasiswa di beberapa wilayah,” tegas Citra.

Sebelumnya, KontraS telah menerbitkan catatan hari HAM tahun 2023 yang diberi judul “HAM dalam Manipulasi dan Cengkraman Hegemoni Kekuasaan.” Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, mengatakan judul itu dipilih karena KontraS menemukan pola menguatnya hegemoni kekuasaan pemerintah berbanding lurus dengan banyaknya angka pelanggaran HAM, khususnya pelanggaran HAM yang terjadi akibat agenda pembangunan yang cukup masif serta kesewenang-wenangan aparat di lapangan.

Selain itu Dimas menyebut organisasi yang dipimpinnya itu juga menilai pemerintah berupaya untuk memanipulasi upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui jalan penyelesaian non-yudisial, sementara pengungkapan kebenaran dan pengadilan HAM tak kunjung dijalankan sehingga keadilan substantif gagal dihadirkan bagi para korban.

Bagi Dimas, gagalnya penuntasan pelanggaran HAM berat oleh pemerintah, dibuktikan dengan terus dilanjutkannya mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat non-yudisial namun melupakan aspek pengungkapan kebenaran dan pengadilan HAM. Begitu juga praktik dijalankannya proses penyelesaian non-yudisial diwarnai oleh berbagai kendala yang membuktikan bahwa pemerintah masih belum secara serius menjadikan penyelesaian pelanggaran HAM berat sebagai agenda prioritas.

Selain gagal menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat secara menyeluruh, sepanjang Desember 2022-November 2023 berbagai peristiwa ‘perampasan’ terhadap hak fundamental warga negara masih terjadi. Dimas mencatat masih banyak ditemukan peristiwa extra judicial killing, penyiksaan, hingga praktik perdagangan orang yang melibatkan aparat negara. Pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkepercayaan juga masih kunjung terjadi sepanjang tahun ini.

“Pada sisi lain aparat pemerintah juga masih melakukan berbagai praktik represi terhadap kebebasan sipil warga negara, melalui berbagai bentuk pembungkaman,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait