Tim Investigasi Usul MK Bentuk Majelis Kehormatan
Utama

Tim Investigasi Usul MK Bentuk Majelis Kehormatan

MK berniat melaporkan dugaan kasus percobaan penyuapan dan dugaan suap yang melibatkan panitera pengganti MK.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Tim Investigasi usulkan Mahkamah Konstitusi bentuk majelis <br> kehormatan. Foto: Sgp
Tim Investigasi usulkan Mahkamah Konstitusi bentuk majelis <br> kehormatan. Foto: Sgp

Tim Investigasi yang dipimpin Refly Harun sejauh ini belum menemukan adanya dugaan penyuapan secara langsung ke hakim konstitusi. Namun ditemukan indikasi upaya pemerasan atau penyuapan yang melibatkan panitera pengganti untuk memenangkan perkara di MK.

 

“Dari tiga fakta yang ditulis Refly di koran Kompas, hanya satu kasus yang kita dalami yakni soal klaim seseorang yang akan menyerahkan uang Rp1 miliar ke hakim MK. Dari keterangan saksi de auditu (kesaksian yang didengar dari saksi lain, red) mengarahkan ke indikasi itu, tetapi saat dikonfirmasi berkali-kali seseorang itu tak bisa dikontak,” kata salah satu anggota tim, Bambang Widjojanto, saat mengumumkan hasil investigasi di gedung MK Jakarta, Kamis (9/12).

 

Karena itu, Tim Investigasi tak bisa menelisik lebih jauh apakah ada pertemuan antara seseorang itu dengan hakim konstitusi untuk menyerahkan uang. Sebab, tim menyadari bahwa dirinya bukan aparat penegak hukum yang bisa memaksa seseorang memberi keterangan. Meski demikian, pihaknya menemukan serangkaian petunjuk untuk ditindaklanjuti.

 

“Dari petunjuk itu, kita merekomendasikan agar MK membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH) jika ditemukan pelanggaran kode etik hakim, Jika ditemukan unsur tindak pidana agar dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Bambang.

 

Di luar kasus itu, kata Bambang, ada seseorang yang secara sukarela melaporkan kasusnya yang memuat serangkaian pertemuan untuk memenangkan perkara yang dihadiri panitera pengganti MK dan keluarga salah satu anggota hakim konstitusi.

 

“Tim telah memeriksa pelapor dan panitera pengganti, hasilnya telah dibicarakan permintaan uang dalam jumlah tertentu untuk beberapa hakim MK. Lantaran tak mampu, pelapor menyerahkan sertifikat beberapa sertifikat tanah, tetapi sudah dikembalikan,” ungkapnya.

 

Dari hasil pemeriksaan itu, Tim juga memperoleh informasi tentang dugaan keterlibatan keluarga salah seorang hakim konstitusi. “Tetapi Tim belum memeriksa keluarga salah satu hakim MK itu termasuk hakimnya karena kita harus klarifikasi dulu kepada Ketua MK, apa betul ia keluarga salah satu hakim MK?”

 

Untuk itu, Tim merekomendasikan agar kasus ini diproses sesuai hukum yang berlaku. “Apakah ini penyuapan atau pemerasan karena belum bisa melihat motifnya di balik peristiwa itu,” akunya. “Kami juga mengingatkan kepada pelapor, konsekwensi laporannya bisa menyeret pelapor sendiri, tetapi pelapor ikhlas menerima resiko itu.”

 

Mengundurkan diri gugur

Dalam kesempatan yang sama, Ketua MK Moh Mahfud MD mengatakan sejauh ini indikasi adanya penyerahan uang Rp1 miliar terkait dengan perkara Pemilukada Kabupaten Simalungun yang ditangani oleh Refly. “Refly menangani Bupati terpilih kabupaten Simalungun (JR Saragih, red), ketika Refly minta success fee, Bupati ini minta discount karena sisa uang Rp1 miliar itu akan diserahkan ke hakim MK,” bebernya.

 

Mahfud menuturkan Bupati mengaku menyerahkan uang Rp1 miliar itu lewat supirnya yang bernama Purwanto. Namun, setelah dikonfirmasi si supir itu tak tahu menahu soal itu. “Berarti ini tak ada bukti awal yang ditemukan tim yang langsung berhubungan dengan hakim,” katanya.

 

Dengan demikian, pernyataannya untuk mengundurkan diri menjadi gugur lantaran salah satu dari tiga fakta yang diungkap Refly tidak bisa dibuktikan oleh Tim. “Karena tiga kasus itu tak bisa dibuktikan oleh Tim, maka pernyataan saya untuk mundur menjadi gugur atau tidak berlaku,” dalihnya.       

 

Oleh karena ditemukan fakta dugaan tindakan percobaan penyuapan, kata Mahfud, hakim MK yang bersangkutan (Akil Mochtar, red) akan langsung melaporkan ke KPK. “Nanti hakim yang bersangkutan akan melaporkan ke KPK karena merasa belum pernah bertemu dengan supir maupun bupati itu, besok dia akan memberikan keterangan,” jelasnya. “Paling lama lima hari kita akan laporkan ke KPK.”  

 

Terkait temuan baru yang melibatkan panitera pengganti MK, ungkap Mahfud, kasus itu juga ditangani Refly yang mewakili Dirwan Mahmud Bupati terpilih Bengkulu Selatan. “Keterpilihan Mahmud (mantan narapidana, red) dibatalkan oleh MK karena terbukti pernah dipidana selama tujuh tahun atas kasus pembunuhan. Lalu Mahmud menghubungi Makfud (panitera pengganti) yang berkali-kali menerima uang hingga Rp58 juta,” ungkapnya.  

 

Bahkan, lanjutnya, menjelang vonis Makfud menerima sertifikat tanah dari Mahmud jika menang sertipikat itu menjadi miliknya. “Ternyata setelah divonis, kalah, karena memang panitera pengganti tak punya akses ke hakim MK. Atas kasus ini, saya akan ambil tindakan hukum dalam lima hari ke depan,” janjinya.                    

 

Membantah

Sementara itu, Refly menyayangkan sikap Ketua MK yang menyebut nama setiap narasumber. Sebab, kesepakatannya tidak menyebut nama narasumber untuk menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). “Proses investigasi ini kan hanya untuk menemukan petunjuk bukan tindakan pro justitia yang bisa menyatakan orang itu bersalah atau tidak,” kata Refly.

 

Refly tegas membantah pernah meminta success fee dari JR Saragih. Namun, yang didengar Refly justru pengakuan Saragih bahwa dirinya meminta discount karena dimintai uang oleh hakim MK. “Ketika mengatakan itu, saya menyarankan untuk melaporkan KPK, tetapi dia menolak karena kemenangannya diperoleh secara fair. Lalu, ia berjanji akan membantu saya mengungkap kasus ini, tetapi ternyata dia ingkar,” ujar mantan Staf Ahli MK periode 2003-2007 itu.

 

Untuk mengingatkan, kasus ini adalah efek dari tulisan Refly Harun di Harian Kompas edisi 25 Oktober 2010 berjudul “MK Masih Bersih?”. Dalam tulisannnya itu, Refly menyatakan melihat uang dolar senilai Rp1 miliar yang menurut pemiliknya akan diserahkan ke salah satu hakim MK.

Tags: