Trio Terdakwa Pemberi Suap Kajati DKI Jakarta Didakwa Tanpa Penerima Suap
Utama

Trio Terdakwa Pemberi Suap Kajati DKI Jakarta Didakwa Tanpa Penerima Suap

Ketiganya didakwa secara alternatif dengan dakwaan penyuapan dan percobaan penyuapan.

NOV
Bacaan 2 Menit
Sudi Wantoko (kiri) dan Dandung Pamularno (kanan) saat mendengarkan pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/6). Foto: NOV
Sudi Wantoko (kiri) dan Dandung Pamularno (kanan) saat mendengarkan pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/6). Foto: NOV
Sudi Wantoko, Dandung Pamularno, dan Marudut didakwa memberi suap tanpa ada pihak yang didakwa menerima suap. Jangankan terdakwa penerima suap, tersangka penerima suapnya pun tidak ada. Dalam perkara ini, Sudi dan Dandung didakwa bersama-sama dalam satu berkas, sedangkan Marudut didakwa secara terpisah.

Penuntut umum KPK Irene Putrie yang menangani perkara Sudi, Dandung, dan Marudut mendakwa ketiganya dengan dakwaan alternatif, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (penyuapan) atau Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (percobaan penyuapan).

Irene mengatakan, Sudi selaku Direktur Keuangan dan Human Capital pada PT Brantas Abipraya (Persero) serta Dandung selaku Senior Manager Pemasaran PT Brantas bersama-sama Marudut menjanjikan uang Rp2,5 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat sejumlah AS$186,035 ribu kepada dua pejabat Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

"Yaitu, Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Tomo Sitepu dengan maksud supaya Sudung dan Tomo menghentikan penyelidikan perkara dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas yang dilakukan terdakwa I (Sudi)," katanya saat membacakan dakwaan pertama Sudi dan Dandung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/6).

Irene menjelaskan, peristiwa tersebut bermula pada 15 Maret 2016. Sudung menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor PRIN-357/O.1/Fd.1/03/2016 atas dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas yang dilakukan Sudi, sehingga merugikan keuangan negara, dalam hal ini PT Brantas, sebesar Rp7,028 miliar.

Menindaklanjuti perintah Sudung, pada 18 Maret 2016, Tomo memanggil beberapa staf PT Brantas untuk dimintai keterangan dengan cara mengirimkan surat permintaan keterangan. Pada 21 Maret 2016, Sudi menerima laporan dari Manager Keuangan Kantor Pusat PT Brantas Joko Widiyantoro mengenai surat panggilan dari Kejati DKI Jakarta.

Ternyata, dalam surat panggilan yang diterima Joko dan beberapa staf PT Brantas lainnya, Kejati DKI Jakarta telah mencantumkan nama Sudi sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Melihat surat itu, Sudi mempunyai pemahaman bahwa kasus dugaan korupsi yang menjeratnya sudah masuk ke tahap penyidikan.

Sudi meminta bantuan Dandung dan Dandung mulai mencari informasi mengenai Kajati DKI Jakarta. Hingga diketahui Sudung mengenal dekat Marudut. Mengetahui kedekatan Sudung dan Marudut, Sudi pun menyetujui upaya penghentian perkara di Kejati DKI Jakarta dilakukan melalui Marudut. "Yo wis lewat pak itu," demikian ucap Sudi kepada Dandung.

Irene melanjutkan, pada 22 Maret 2016, Dandung bersama beberapa staf PT Brantas, bertemu Marudut di Club House Lapangan Golf Pondok Indah, Jakarta. Dandung meminta Marudut menyampaikan kepada Sudung agar menghentikan perkara Sudi. Menindaklanjuti permintaan itu, Marudut menemui Sudung dan Tomo di kantor Kejati DKI Jakarta.

"Pada 23 Maret 2016 sekira pukul 09.00 WIB, Marudut menemui Sudung dan Tomo. Dalam pertemuan itu, Marudut meminta kepada Sudung dan Tomo untuk menghentikan penyelidikan penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas. Atas permintaan tersebut, Sudung memerintahkan Marudut membicarakan lebih lanjut dengan Tomo," ujarnya.

Atas arahan Sudung, Marudut dan Tomo kembali melakukan pertemuan di ruang kerja Tomo. Meski sebenarnya kasus penyimpangan keuangan PT Brantas masih dalam tahap penyelidikan, tetapi Tomo menyampaikan bahwa kasus sudah masuk tahap penyidikan. Marudut pun akhirnya meminta agar penyidikan dihentikan atau "diturunkan" menjadi penyelidikan.

"Tomo menyetujui untuk menghentikan penyidikan dengan syarat terdakwa I (Sudi) memberikan sejumlaj uang dan permintaan itu disanggupi oleh Marudut. Hasil pertemuan disampaikan Marudut kepada terdakwa II (Dandung) yang sudah menunggu di lounge Hotel Gran Melia, Kuningan yang berada di samping kantor Kejati DKI Jakarta," terang Irene.

Selanjutnya, Dandung menemui Sudi dan meminta uang sejumlah Rp2,5 miliar untuk diberikan kepada Tomo dan Sudung guna menghentikan penyelidikan, atau sepemahaman Sudi, penyidikan kasus penyimpangan keuangan PT Brantas. Lalu, Sudi memerintahkan Joko mengambil uang dari kas PT Brantas.

Pengambilan uang itu dilakukan dengan cara mengeluarkan voucher pengeluaran kas PT Brantas sejumlah Rp5 miliar untuk membiayai proyek Wisma Atlet C3 dan C1 di Kemayoran, serta proyek Rumah Susun Sulawesi 3 di Makassar, sehingga seolah-olah pengeluaran uang tersebut untuk membiayai proyek.

Padahal, menurut Irene, uang sejumlah Rp2,5 miliar ditarik kembali dan ditukarkan dalam pecahan dollar Amerika Serikat menjadi senilai AS$186,035 ribu. Dandung menyisihkan AS$37,2 ribu sebagai persediaan untuk membiayai makan dan golf dengan Sudung, sedangkan selebihnya, AS$148,835 ribu atau setara Rp2 miliar diserahkan kepada Marudut.

Penyerahan uang berlangsung di toilet pria lantai 5 Hotel Best Western The Hive, Jakarta Timur. Sesaat pasca penyerahan uang AS$148,835 ribu, Marudut menghubungi Sudung dan Tomo untuk memastikan keduanya berada di kantor Kejati DKI Jakarta, sehingga Marudut dapat langsung memberikan uang kepada Tomo dan Sudung.

Setelah dihubungi Marudut, Tomo dan Sudung mempersilakan Marudut untuk datang ke kantor Kejati DKI Jakarta. Marudut langsung menuju kantor Kejati DKI Jakarta untuk memberikan uang AS$148,835 ribu kepada Tomo dan Sudung. Namun, dalam perjalanan, Marudut ditangkap dan uang AS$148,835 ribu disita petugas KPK," tutur Irene.

Berbeda dengan dakwaan alternatif kedua. Irene menyebutkan, permintaan uang dari Marudut tidak diketahui oleh Tomo dan Sudung. Meski tidak ada permintaan uang dari Tomo dan Sudung, Sudi dan Dandung menyerahkan uang kepada Marudut. Akan tetapi, pemberian uang belum selesai karena Marudut ditangkap petugas KPK.

Atas dakwaan penuntut umum, Sudi dan Dandung tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sudi dan Dandung mengaku sudah memahami dakwaan penuntut umum. "Kami mengucapkan terima kasih. Kami tidak mengajukan eksepsi. Kami paham dakwaan. Kami mohon dna berharap proses hukum kami bisa cepat selesai," ucap Dandung.

Begitu pula dengan Marudut. Usai pembacaan surat dakwaan, pengacara Marudut, Soesilo Aribowo menyatakan tidak mengajukan eksepsi. "Itu sudah cukup clear, dakwaan sudah cukup jelas. Jadi, ada dua, delik selesai dan delik percobaan saja. Tinggal nanti tergantung pembuktiannya di sidang," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait