‘Kecerobohan' Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan Korupsi Merupakan Trik
Utama

‘Kecerobohan' Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan Korupsi Merupakan Trik

Panitia seleksi hakim ad hoc tindak pidana korupsi ternyata menyadari betul adanya satu nama mendaftar di dua tempat yang berbeda. Malah, hal yang disebut trik oleh panitia ini dibiarkan untuk mengetahui kesungguhan si nama tersebut.

CR-1
Bacaan 2 Menit
‘Kecerobohan' Panitia Seleksi Hakim <i>Ad Hoc</i> Pengadilan Korupsi Merupakan Trik
Hukumonline

 

Atas dasar tersebutlah panitiapun membiarkan adanya satu orang mendaftar di dua tingkat yang berbeda. Soeparno pun mengatakan trik  ini justru akan terjawab setelah tes tertulis dilangsungkan tanggal 5 Mei yang akan datang.

 

Nah di tes tertulis itu orangnya akan kapok sendiri, ujar Soeparno sedikit tertawa. Menurutnya niat CS Ginting untuk memilih akan ditentukan saat menempuh ujian tertulis. Ujian tertulis akan diadakan di tempat yang sama dan jam yang sama selama 4 jam.

 

Soeparno menambahkan panitia yang saling berkoordinasi selama proses seleksi administratif tidak memungkiri, nama CS Ginting memang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk lolos seleksi adminitratif.

 

Ia pun menjawab, satu nama yang sama pada tingkat yang berbeda tidak dapat dikatakan merugikan satu nama lain yang tidak terpilih. Seleksi administratif inikan tidak ditentukan jumlah yang bisa terpilih, ujar Soeparno.

 

Adanya satu nama yang sama bukan berarti menggagalkan nama lain yang tidak terpilih dalam seleksi administratif. Soeparno menambahkan, 194 nama lain yang

gagal memang tidak memenuhi enam persyaratan penting yang dimaksud panitia seleksi.

 

Anggota panitia seleksi hakim ad hoc pengadilan korupsi lainnya, Mardjono Reksodiputro mengakui dirinya tidak terlalu tahu menahu soal satu nama yang sama di dua tingkat yang berbeda. Jawaban senada pun dilontarkan Mas Achmad Santosa--juga anggota panitia seleksi-- saat ditanyakan hal yang sama.

 

Namun ia menjelaskan selama tidak ada peraturan yang mengatur maka pansel tidak bisa disalahkan dalam hal tersebut.Selama tidak tercantum larangan di ketentuan ya kejadian tersebut bisa saja terjadi, ujar Mardjono (22/04) lalu.

 

Hakim aktif juga lolos seleksi

Ternyata, hal-hal yang mengundang pertanyaan bukan sebatas satu nama di dua tingkat saja. Tetapi juga malah ada hakim karir yang masih aktif ikut serta mencalonkan diri.

 

Beruntungnya sang hakim, ia pun lolos seleksi administratif. Soeparno mengatakan lagi-lagi hal ini memang sudah disadari pansel. Namun, kembali lagi persoalannya akan terganjal jika dihadang dengan proses wawancara.

 

Keputusannya tinggal tergantung orang itu, mau lepas jabatan hakimnya atau tidak, jelas Soeparno. Padahal masa jabatan seorang hakim ad hoc pengadilan korupsi hanya tiga tahun saja.

 

Lain halnya dengan advokat maupun akademisi yang turut serta mendaftar dan lolos. Mereka dapat kembali ke profesi mereka masing-masing setelah selesai menjadi hakim ad hoc pengadilan korupsi. Sedangkan untuk hakim karir biasa, sekali lepas jabatan, ya lepas sudah jabatan itu.

Dua hari setelah pengumuman seleksi administratif hakim ad hoc pengadlilan korupsi, satu namapun terpampang di tingkat yang berbeda. C. Suruhen Ginting menominasi di dua tingkat yang berbeda, di tingkat banding dan di tingkat kasasi.

 

Namun, menurut Soeparno, Direktur Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung panitia seleksi memang mengetahui kasus tersebut. Kita sengaja biarkan itu, ujarnya kepada hukumonline.

 

Soeparno menjelaskan panitia seleksi pun sudah sadar sejak dari awal akan adanya nama yang sama dan mendaftar di dua tempat yang berbeda. Tetapi, panitia seleksi memang tidak mencantumkan dalam pengumuman tentang satu orang hanya boleh memilih di satu tingkat saja.

Tags: