Meski Kewenangannya Terbatas, Keberadaan Komisi Yudisial Tetap Penting
Berita

Meski Kewenangannya Terbatas, Keberadaan Komisi Yudisial Tetap Penting

Pengawasan yang sifatnya internal selama ini justru mengundang ketidakpuasan karena kesan melindungi korps sangat kuat.

Gie
Bacaan 2 Menit
Meski Kewenangannya Terbatas, Keberadaan Komisi Yudisial Tetap Penting
Hukumonline

 

Namun bagaimana apabila suatu putusan tersebut dinilai kontroversial, dalam arti terindikasi suap? Ahsin Thohari pengarang buku Komisi Yudisial memaparkan bahwa di negara bagian New South Wales, Australia, Judicial Service  Commission justru dibentuk karena hakim disana dianggap terlalu lunak dalam memberikan putusan.

 

Ahsin berpandangan, untuk mendukung kinerja komisi diperlukan suatu database untuk melihat suatu putusan. Sehingga nantinya dapat dilihat bagaimana hakim melalui logika yuridis untuk membuat putusan tertentu. Bukan  untuk mengubah putusan tetapi untuk melihat sejarah dalam pengambilan  putusan, ujar Ahsin.

 

Menanggapi masalah ini, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashidiqie berpendapat komisi yudisial bisa saja mengacu pada putusan untuk mengindikasikan praktek suap terjadi. Hal tersebut bisa dilakukan dan ditegaskannya itu bukan bentuk intervensi terhadap sebuah putusan hakim.

Menjelang terisinya anggota komisi yudisial, berbagai kalangan masih menyoroti terbatasnya kewenangan lembaga tersebut. Memang, komisi yudisial bukan lembaga yang memiliki kewenangan super layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Berdasarkan UU No.22/2004, tugas komisi yudisial tidak lain adalah memberi usulan atas pengangkatan hakim agung dan menegakkan kehormatan dan menjaga perilaku hakim.

 

Kalaupun perilaku hakim nantinya terdeteksi hal-hal seperti dugaan suap, KKN ataupun melanggar kode etik perilaku hakim maka selanjutnya komisi ini akan merekomendasikan kepada Mahkamah Agung (MA) dan atau  Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menindaklanjutinya. Boleh dikatakan komisi ini sama sekali tidak punya kewenangan untuk menindak secara langsung pelanggaran yang dilakukan oleh hakim.

 

Terbatasnya kewenangan komisi ini mengundang sorotan. Salah satunya datang dari dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Satya Arinanto. Dalam sebuah acara yang diadakan oleh Mahkamah Konstitusi (28/4), ia menyebutkan bahwa dengan kewenangan yang terbatas tersebut dikhawatirkan kerja komisi yudisial hanya sebatas memberikan maaf. Sebab, semua keputusan penindakan kembali ke MA maupun MK.

 

Mengenai masalah pengawasan, hakim agung Artidjo Alkostar berpendapat bahwa kelahiran komisi yudisial tetap dianggap penting. Pasalnya, pengawasan yang sifatnya internal selama ini justru mengundang ketidakpuasan  karena kesan melindungi korps sangat kuat. Untuk itu perlu mekanisme eksternal seperti komisi yudisial yang dianggap berbeda dengan cara-cara pengawasan internal.

 

Menilai putusan

Yang juga menjadi sorotan adalah tidak adanya kewenangan komisi yudisial untuk memeriksa sebuah putusan. Tapi, sebagian kalangan melihat hal ini bukan persoalan mengingat putusan merupakan bentuk independensi daripada hakim. Apalagi, saat ini dalam sistem hukum Indonesia sudah dikenal adanya dissenting opinion (pendapat hakim yang berbeda).

Tags: