Pembantaian Di Ruang Sidang, Cermin Buruknya Manajerial Pengadilan
Utama

Pembantaian Di Ruang Sidang, Cermin Buruknya Manajerial Pengadilan

Aparat Keamanan Dalam (Kamdal) tidak boleh lagi menganggap sepele prosedur pemeriksaan terhadap para pihak dalam persidangan, entah itu terdakwa, hakim maupun pengunjung sidang.

CR-1
Bacaan 2 Menit
Pembantaian Di Ruang Sidang, Cermin Buruknya Manajerial Pengadilan
Hukumonline

 

Berdasarkan pengamatan hukumonline meliput persidangan, pengamanan di wilayah sekitar pengadilan lebih ketat jika perkara yang disidangkan medapat sorotan publik atau melibatkan public figure. Sebut saja persidangan Tommy Soeharto atau Bob Hasan beberapa waktu lalu. Selebihnya, pengamanan di sekitar pengadilan relatif longgar dan siapapun bisa melenggang masuk ke ruang sidang. Tak ada yang memeriksa kalau yang masuk ruang sidang membawa senjata api atau senjata tajam.

 

Masih berdasarkan pengamatan hukumonline, upaya preventif yang ada dengan memajang ketentuan Pasal 219 KUHAP di samping pintu masuk ruang sidang. Setelah tragedi di Sidoarjo kemarin, upaya pengamanan tersebut jelas tidak mencukupi.

 

Pasal 219 KUHAP

(1) Siapa pun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib menitipkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu.

(2) Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena tugas jabatannya dapat mengadakan penggeledahan badan untuk menjamin bahwa kehadiran seorang di ruang sidang tidak membawa senjata, bahan atau alat maupun benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila terdapat maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk menitipkannya.

(3) Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruang sidang, maka petugas wajib menyerahkan kembali benda titipannya.

(4) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan untuk dilakukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan atas benda tersebut bersifat suatu tindak pidana.

 

Kerjasama dengan kepolisian

Yang menarik, menurut penilaian Asep, dalam suatu persidangan yang melibatkan aparat kejaksaan, yang berarti kasus publik, proses pengamanan relatif lebih terkoordinir. Akan tetapi, bagaimana dengan kasus Sidoarjo, mengingat kasus ini adalah kasus privat atau perdata yang tidak melibatkan unsur kejaksaan di dalamnya?

 

Asep berpandangan sudah selayaknya pengadilan membuat suatu nota kesepahaman (MoU) dengan aparat kepolisian untuk membantu pengamanan suatu persidangan. Meskipun demikian, tidak semua persidangan layak untuk mendapatkan penjagaan dari aparat Kepolisian.

 

Dikatakannya, kasus yang menjadi perhatian publik adalah salah satu kondisi dimana bantuan pengamanan dari kepolisian diperlukan. Selain kasus yang demikian, seyogianya pengadilan dapat menentukan kriteria persidangan yang membutuhkan tenaga polisi. Hal yang paling penting, tetap melakukan pembenahan terhadap kinerja petugas pengamanan internal atau petugas Kamdal sehingga kejadian di Sidoarjo tidak terulang.

Dunia penegakan hukum di Indonesia kembali berduka setelah A. Taufik, hakim Pengadilan Agama Sidoarjo tewas ditusuk sangkur di ruang sidang. Tragis memang. Penusukan oleh Kolonel (Laut) Mohammad Irfan Jumroni itu terjadi kemarin (21/9), usai majelis membacakan putusan perkara pembagian harta gono-gini. Tak hanya Taufik yang jadi korban, mantan istrinya Eka Suhartini juga harus meregang nyawa.

 

Asep Rahmat Fajar, Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) menganggap kejadian Sidoarjo itu suatu pelajaran berharga bagi institusi pengadilan. Bagi Asep, itu merupakan gambaran buruknya sistem manajerial institusi pengadilan,terutama dalam hal pengamanan yang dilakukan aparat Keamanan Dalam (Kamdal).

 

Pembenahan manejerial menurut Asep, bisa dilakukan dengan mengoptimalkan Sumber Daya Manusia (SDM) petugas Kamdal. Berikutnya, harus ada kontrol atasan terhadap kinerja aparat itu. Sebab, di mata Asep, selama ini kontrol atasan relatif lemah sehingga petugas Kamdal merasa tidak ada masalah jika tidak optimal menjalankan tugasnya.

 

Terkait dengan kasus Sidoarjo, Asep menganggap kasus itu sebagai langkah awal dalam pembenahan manejerial pengamanan. Ia berpendapat perlu dilakukan penyelidikan di Pengadilan Agama Sidoarjo, untuk mencari tahu siapa yang bertanggung jawab. Jika ada yang lalai menjalankan tugas, dalam mengamankan pengadilan, menurutnya layak untuk diberikan sanksi administratif. Diharapkan, dengan pemberian sanksi administratif itu, dapat memberikan efek jera kepada yang lain sehingga kejadian seperti itu tidak lagi terulang.

 

Asep juga menekankan agar Kamdal tidak boleh lagi menganggap sepele prosedur pemeriksaan terhadap para pihak dalam persidangan, entah itu terdakwa, hakim maupun pengunjung sidang. Saya sering melihat seorang tentara bisa dengan bebas membawa senjata di Pengadilan, tutur Asep.

Tags: