Harian Kompas Digugat
Berita

Harian Kompas Digugat

Lantaran namanya ditulis sebagai salah seorang teroris, Abdul Wahid Kadungga menggugat harian Kompas. Padahal, sudah ada ralat.

Tif/CR
Bacaan 2 Menit
Harian <i>Kompas</i> Digugat
Hukumonline

 

Merasa tidak ada titik temu, Kadungga akhirnya menempuh upaya hukum. Pengacaranya mendaftarkan gugatan perdata ke PN Jakarta Pusat. Sidang pertama gugatan ini sudah berlangsung Rabu (01/2) kemarin. Majelis hakim pimpinan Zulfahmi menyarankan para pihak menempuh upaya mediasi terlebih dahulu. Hamdi bertindak selaku mediator. Sidang berikutnya adalah 3 Maret.

 

Sementara itu kuasa hukum Kompas Amir Syamsudin mengatakan bahwa kliennya  telah berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan masalah itu dengan cara menurunkan ralat beserta permohonan maaf.

 

Ia menepis tudingan bahwa kliennya masih menyebut Kadungga ditahan dan sudah dibebaskan polisi. Amir Syamsudin justeru mengingatkan bahwa kliennya telah beriktikad baik dengan cara memberikan wawancara ekslusif sesuai dengan keinginan dan kehendak Kadungga akan tetapi hal tersebut ditolak. Ia menambahkan bahwa kliennya sudah bekerja dengan standar jurnalistik.     

Abdul Wahid Kadungga memutuskan untuk menempuh upaya hukum setelah merasa jengah dengan pemberitaan Kompas. Dalam edisi tanggal 23 November 2005, Kompas menurunkan tulisan tentang perburuan teroris. Di situlah nama Kadungga disebut-sebut, bersama 25 nama lain termasuk Amrozi, Imam Samudera dan DR Azahari, selaku pelaku bom Bali 2002.

 

Kadungga kaget ketika mengetahui namanya dikait-kaitkan dengan gembong teroris. Ia pun memberi kuasa kepada M. Nur Chaeroni dan Alwien Desry untuk menghubungi media dimaksud. Kedua pengacara ini menghubungi dan meminta Kompas meralat berita dimaksud. Sebab, Kadungga tidak pernah dihukum pengadilan karena terlibat terorisme.

 

Kompas menerima keberatan Kadungga. Bahkan pada 7 Desember 2005, Kompas mengirimkan senior legal staf Frans N. Lakaseru dan dua orang wartawannya menemui Chaeroni. Dua hari kemudian, utusan yang sama bertemu langsung Kadungga.

 

Setelah pertemuan itu, Kompas bersedia memuat ralat pada edisi 3 Desember 2005. Namun, menurut Chaeroni, ralat dimaksud justeru semakin memperkeruh suasana. Sebab, Kadungga masih disebut-sebut pernah ditahan polisi dan sudah dibebaskan. Padahal klien kami belum pernah dipenjara, ujar Chaeroni.

Halaman Selanjutnya:
Tags: