Tutup Pintu Arbitrase Internasional
RUU Minerba

Tutup Pintu Arbitrase Internasional

Pasal 98 RUU Minerba menutup peluang membawa Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional dalam sengketa di sektor industri pertambangan. Takut kalah di forum internasional?

Kml/Rzk
Bacaan 2 Menit
Tutup Pintu Arbitrase Internasional
Hukumonline

 

Advokat senior Deny Kailimang termasuk yang mendukung. Saya rasa harus, orang melakukan segala sesuatunya disini, sudah selayaknya diselesaikan lewat hukum Indonesia, sesuai dengan hukum acara Indonesia, tuturnya. Ia menampik kemungkinan ketakutan investor berinvestasi.

 

Menurutnya UU ini diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional. Ia juga menampik kekhawatiran timbulnya rasa takut bagi investor. Kalau memang dia baik dan mau berinvestasi disini tentu harus menggunakan UU itu, ujarnya. Terkait rendahnya kepercayaan pada pengadilan, ia berpendapat hal tersebut bukanlah suatu alasan.

 

Takut Kalah di Forum Internasional?

Sony menampik sangkaan bahwa konsep penyelesaian sengketa pertambangan ini dibuat hanya karena pemerintah kurang bertaji di forum internasional. Meskipun ia mengakui ketakutan pemerintah akan kalah juga menjadi pertimbangan. Mendudukkan pemerintah setara dengan perusahaan itu saja sudah salah, karena yang pantas berhadapan ‘head-to head' dengan perusahaan adalah perusahaan, bukan pemerintah atau negara, ujarnya.

 

Terkait ketakutan akan kekalahan, bila memang benar adanya, Hikmahanto menyarankan pembuat UU agar tidak reaktif. Kita tahu kita pernah kalah tapi tolong pahami kenapa, tuturnya. Kalau dasarnya hanya kasus Karaha Bodas menurutnya alasan pembuat UU kurang kuat.

 

Berkilas balik, menurut Hikmahanto perkara Karaha Bodas dapat dimenangkan bila ditangani secara benar dan serius. Waktu Pertamina disuruh menunjuk arbiter, Pertamina tidak menunjuk. Sehingga lewat waktu dan sekjen lembaga arbitrase di Jenewa yang menunjuk majelis arbitrase. Argumen saat sidang juga sepertinya tidak cukup kuat, karena saat itu argumennya hanya kita mengikuti UU. Kemudian setelah ada putusan yang menurut kita cacat hukum, yang tadinya sudah minta ke pengadilan Swiss seperti seharusnya malah kemudian dicabut. Lalu Pertamina malah meminta pembatalan putusan itu di Pengadilan Jakarta, jelasnya.

Tidak ada lagi ancaman membawa pemerintah ke arbitrase internasional. Semua sengketa harus dibawa ke pengadilan nasional, pengadilan dalam negeri, kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf dalam peluncuran buku Tambang dan Penghancuran Lingkungan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Menurut Sonny, dalam Pasal 98 RUU Minerba dinyatakan, sengketa yang berkaitan dengan usaha pertambangan diselesaikan di pengadilan negeri, menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Lebih lanjut ia mengatakan, pasal yang telah selesai dibahas ini merupakan lex specialis, khususnya terkait masalah mineral dan batu bara.

 

Beragam tanggapan muncul terkait rencana pembatasan forum ini. Pakar hukum kontrak pertambangan Ryad Chairil mengaku kaget. Ia mengaku tidak mengerti apa yang menjadi pertimbangan DPR-Pemerintah. Ia khawatir ketentuan ini akan menakutkan investor, apalagi citra peradilan indonesia kurang begitu bagus. Ryad juga menduga, pengaturan ini dibuat karena ketakutan pemerintah kalah di forum asing.

 

Pengamat hukum Internasional Hikmahanto Juwana beranggapan, secara teori dapat saja negara mengintervensi kebebasan berkontrak dari para pihak. Seharusnya, perumus Undang-Undang berpikir sesuai kondisi dan konteks di Indonesia. Sekarang siapa yang butuh investasi, Indonesia atau Investor. Kalau kita masih butuh investor, ketentuan itu membuat investor tidak mau datang ke Indonesia, ujarnya. Hal ini juga terkait ketiadaan prediktibilitas dan kepastian dalam hukum kita.

 

Namun, bila pemerintah merasa tidak membutuhkan investor menurutnya silahkan saja ada pengaturan itu. Kalau posisi tawar indonesia lebih tinggi, mengatur seperti itu ya tidak apa-apa. Kalau mau eksploitasi maka tunduk pada aturan kita, tambahnya.

Tags: