Di saat definisi "negarawan" kian dipertanyakan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera justru mengusulkan agar pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mengikuti Pilpres nanti adalah seorang negarawan.
"Kami ingin menambahkan, salah satu syarat calon presiden dan wakil presiden adalah berjiwa negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan," kata Almuzammil Yusuf dalam rapat pembahasan DIM RUU Pilpres, Selasa (3/6).
FPKS beralasan, seorang negarawan lebih memahami sistem ketatanegaraan. Dia juga lebih mementingkan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Usulan FPKS itu merupakan hal baru yang tidak ada di RUU Pilpres yang disusun pemerintah. Di RUU itu terdapat 19 syarat yang mesti dipenuhi oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berniat mengikuti Pilpres. Sebagian persyaratan itu idem ditto dengan persyaratan yang ada di UU 23 Tahun 2003.
Selain FPKS, Fraksi Partai Golkar termasuk yang paling banyak mengusulkan persyaratan baru. Fraksi ini menghendaki agar pasangan calon diwajibkan menyampaikan visi dan misi dalam bentuk Program Kerja prioritas secara tertulis. Program Kerja itu mesti merujuk kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Visi-misi itu kemudian dimuat di Lembaran Negara.
Selain itu, FPG mengusulkan agar pasangan calon menyerahkan profil singkat dan rekam jejak secara tertulis. Kelak KPU yang akan menyebarkan profil singkat itu kepada masyarakat pemilih. "Pemilu yang baik adalah ketika masyarakat mendapat informasi yang cukup," tandas Agun Gunandjar Sudarsa.
Di sisi lain, Fraksi Partai Bintang Reformasi justru menghendaki dihapusnya dua syarat. Yaitu syarat tidak pernah mengkhianati negara dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela. FPBR menilai, dia syarat itu sangat multitafsir sehingga berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Persyaratan capres dan cawapres dalam RUU Pilpres
|
Sehat atau mampu?
Sebagaimana RUU Pilpres sebelumnya, persyaratan mengenai kesehatan, pendidikan, dan batas usia tetap menjadi episentrum perdebatan. "Syarat-syarat ini biasanya digunakan untuk menjegal calon tertentu. Pasti nanti akan ada kompromi," kata Yasona H Laoly, anggota Dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Mengenai syarat kesehatan, pemerintah membuat rumusan yang agak janggal: "Sehat jasmani dan jiwa." Mayoritas fraksi di DPR menghendaki agar rumusannya disesuaikan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945, yaitu mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
"Tugas presiden itu berat. Dia harus mampu. Tidak hanya sehat. Kata 'mampu' mengandung pengertian yang lebih permanen," ucap anggota FPG Sofyan Mille.
Fraksi Partai Demokrat ingin menambahi syarat ini. "Selain sehat jasmani dan rohani, harus cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia," kata Agus Hermanto.
Namun Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ngeyel. Mereka menuntut agar syarat ini dirinci lagi sehingga tidak menimbulkan tafsir yang berbeda. Syarat tuna netra, misalnya, menurut FPKB semestinya tidak termasuk di dalam penjelasan sehat jasmani dan rohani. "Presiden mampu secara rohani itu sudah cukup menjadi pertimbangan," kata Abdullah Azwar Anas.
Tentang syarat pendidikan, Fraksi Partai Amanat Nasional mengusulkan agar capres dan cawapres berpendidikan minimal sarjana atau sederajat. "Calon presiden tidak sama dengan calon legislatif karena dia mengurusi banyak hal. Karena itu tingkat pendidikannya harus lebih tinggi," ujar Andi Yuliani Paris.
FPKS dan Fraksi Parta Damai Sejahtera punya usul serupa. Hanya, FPKS sudah mengambil langkah kompromi. Menurut FPKS, syarat harus S-1 itu tidak berlaku bagi calon yang pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Fraksi-fraksi lainnya memilih segagasan dengan pemerintah. Namun mereka meminta agar kalimatnya diubah menjadi: "Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat."
Mengenai usia capres dan cawapres, FPKS menghendaki agar ada batas minimal dan batas maksimal. "Minimal 35 tahun dan maksimal 65 tahun," ujar Almuzammil. Fraksi-fraksi lainnya sepakat dengan rumusan RUU versi pemerintah.
Tidak rangkap jabatan
Capres dan cawapres yang mengikuti Pilpres nanti tidak boleh rangkap jabatan sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dia juga tidak boleh lagi menjadi pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
Usulan itu dilontarkan FPKS, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan FPDS. "Kami juga mengusulkan agar pasangan calon diharuskan mengundurkan diri dari jabatan di parpol dan menjadi anggota biasa setelah terpilih. Surat pengunduran diri itu tidak dapat ditarik kembali," tandas Almuzammil.
Namun FPPP lebih tegas soal ini. Mereka menuntut agar capres dan cawapres bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dia juga harus bersedia tidak menjadi penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai presiden atau wakil presiden. "Ini sinkron dengan UU No 10 Tahun 2008," kata Hasrul Azwar. Di UU terdapat aturan mengenai persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Soal rangkap jabatan ini, satu-satunya fraksi yang menghendaki pengaturan khusus soal juara bertahan alias incumbent adalah FPKB. Fraksi ini mengusulkan, capres atau cawapres incumbent harus cuti di luar tanggungan negara setelah ditetapkan menjadi calon oleh KPU.
Dibawa ke Panja
Sebagian fraksi menilai syarat-syarat capres dan cawapres perlu diperketat. Sebagian yang lain justru memandang syarat-syarat itu perlu diperlonggar. "Kami memahami kalau pembahasan mengenai syarat dicalonkan dan syarat mencalonkan ini berjalan lama. Saya mencatat ada sekitar 20 varian," ujar Menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta.
Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menyambut positif banyaknya masukan baru terhadap syarat capres dan cawapres. "Mudah-mudahan semakin ketat syaratnya, presiden yang terpilih akan semakin berkualitas," harapnya.
Meski demikian Ferry menyadari bahwa banyaknya usulan akan berimbas kepada pengambilan keputusan. Soal prosentase dukungan dari parpol dan gabungan parpol, misalnya, Pansus sepakat membawanya ke Panja. Demikian juga soal syarat capres dan cawapres ini.