Drajad Wibowo: Transaksi Derivatif Seharusnya Dilarang
Berita

Drajad Wibowo: Transaksi Derivatif Seharusnya Dilarang

Menneg BUMN menyatakan transaksi derivatif tidak dilarang selama dilakukan dengan tujuan yang benar. DPR berpendapat, sebelum perusahaan BUMN banyak yang ambruk, sebaiknya transaksi derivatif dilarang. Semuanya tergantung kebijakan yang akan dikeluarkan oleh BI.

CR-2/Sut
Bacaan 2 Menit
Drajad Wibowo: Transaksi Derivatif Seharusnya Dilarang
Hukumonline

 

Dia menyayangkan tindakan manjemen Antam dalam melakukan transaksi derivatif tanpa didiskusikan dengan para ekonom. Transaksi semacam ini beresiko tinggi dan harusnya dipikirkan terlebih dahulu oleh manajemen, ujar Ali. Apalagi tidak ada instansi yang mempunyai otoritas untuk mengawasi transaksi derivatif, tambahnya. Bukan itu saja yang membuat Ali geram. Menurutnya, Antam tidak mau terbuka soal jumlah kerugian perusahaan terkait transaksi tersebut. 

 

Ali Mudhori mungkin benar soal siapa yang paling bertanggungjawab dalam masalah ini. Soalnya, hingga kini Menneg BUMN memang belum mengatur ketentuan transaksi derivatif yang dilakukan oleh BUMN. Ketentuan soal derivatif sejauh ini masih diatur oleh Bank Indonesia (BI). Oleh karena itu, Menneg BUMN mengatakan bahwa pengaturan transaksi derivatif yang dilakukan BUMN, harus menyesuaikan kebijakan BI tersebut.

 

Sementra itu, Direktur Utama Antam, Alwinsyah Lubis, mengatakan kebijakan untuk melakukan transaksi derivatif bertujuan untuk mengamankan anggaran. Hal ini mengingat biaya operasi perusahaan didominasi rupiah sedangkan pendapatan perusahaan didominasi dolar Amerika.

 

Seiring dengan fluktuasi mata uang asing, Antam dapat membukukan keuntungan maupun kerugian atas transaksi hedging tersebut. Dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS secara drastis pada akhir tahun, maka akan ada potensi kerugian dari transaksi ini, katanya.

 

Dia juga menegaskan bahwa keuntungan dan kerugian aktual yang di dapat perusahaan belum dapat ditentukan untuk saat ini, karena masih dalam proses review oleh auditor internal Antam dan Ernst and Young selaku Kantor Akuntan Publik (KAP) Antam.

 

Alwinsyah memastikan, nilai tersebut dapat dipublikasi pada Maret mendatang. Jadi, dampak dari transaksi tersebut belum dapat disampaikan. Semua transaksi derivatif yang ada telah berakhir pada Desember 2008, dan tidak ada transaksi lagi di tahun 2009, ujarnya.

 

Selain Antam, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Elnusa Tbk, juga mengalami ‘kekalahan' dalam transaksi derivatif di PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Bahkan, Elnusa sempat melayangkan gugatan perdata ke Danamon. Namun, Selasa (17/2) kemarin, Elnusa mencabut gugatannya. Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan ke PT Bursa Efek Indonesia, pencabutan gugatan lantaran kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan dan akan menyelesaikan permasalahan transaksi itu di luar pengadilan.

 

Dilarang

Di Komisi yang berbeda, Drajad Wibowo menerangkan selama ini banyak perusahaan BUMN yang menjadi korban transaksi derivatif. Berbeda dengan Sofyan Djalil, menurut Drajad, transaksi derivatif seharusnya dilarang. Soalnya derivatif bersifat spekulatif, resikonya tinggi, dan bisa menimbulkan distabilisasi, termasuk terhadap perusahaan. Kita punya pengalaman Bank Duta yang ambruk karena derivatif valas. Selain itu ada juga perusahaan BUMN tambang yang mengalami kesulitan karena derivatif spekulasi. Jadi sebaiknya dilarang saja, imbuhnya.

 

Meski larangan itu datangnya telat, sambung Drajad, BI harus cepat bertindak dengan cara memeriksa dan menghukum bank-bank yang bersalah. Mumpung baru membuat kerugian, belum sampai membuat ambruk, tukas anggota Komisi XI DPR yang mengurusi masalah perbankan dan keuangan negara itu.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan kebijakan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), terkait transaksi derivatif yang pernah dilakukan perusahaan tersebut. Meski manajemen menyatakan transaksi dilakukan untuk lindung nilai (hedging) dalam rangka mengurangi risiko eksposure valuta asing, namun menurut DPR tindakan tersebut sudah di luar koridor bisnis Antam yang berorientasi pada pertambangan. Antam tidak mempunyai otoritas di bidang itu, kata anggota Komisi VII DPR, Ali Mudhori, saat rapat dengar pendapat dengan manajemen Antam di DPR, Rabu (18/2).

 

Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu merasa punya alasan yang ‘cukup' kuat untuk melakukan transaksi deriviatif, mengingat Antam melakukannya untuk kepentingan hedging. Apalagi hal itu didukung oleh pernyataan Menteri Negara BUMN Sofyan A. Djalil. Transaksi derivatif Antam tidak menyimpang karena dilakukan untuk hedging, bukan untuk spekulasi, kata Sofyan.

 

Antam melakukan hedging pada kondisi pasar yang fluktuatif untuk tujuan meminimalisasi dampak negatif bagi arus kas (cash flow). Oleh karena itu, sepanjang transaksi derivatif dilakukan dengan tujuan yang benar maka transaksi tersebut tidak boleh dilarang, kata Sofyan.

 

Namun ‘pembelaan' Menneg BUMN atas perusahaan tambang plat merah itu rupanya tidak memuaskan Komisi VII DPR yang menangani soal energi. Ali Mudhori berpendapat, Antam tetap di cap sebagai salah satu perusahaan BUMN yang menjadi korban transaksi derivatif. Menurut dia, kerugian yang kini diderita Antam akibat transaksi tersebut, merupakan kerugian bagi masyarakat. Soalnya, saham publik di Antam itu jumlahnya besar, kata anggota dewan dari fraksi PKB ini.

Tags: