Kuasa Hukum Akbar Menilai Dakwaan JPU Fiktif
Berita

Kuasa Hukum Akbar Menilai Dakwaan JPU Fiktif

Dalam pledoinya, tim kuasa hukum Akbar Tandjung menyatakan bahwa tuntutan JPU mengacu pada surat dakwaan yang baru sama sekali dan berbeda dengan dakwaan semula. Karena dakwaan baru itu tidak ada fisiknya dan hanya berada dalam imajinasi penuntut umum, penasehat hukum menilai dakwaan tersebut sebagai dakwaan fiktif.

Nay/APr
Bacaan 2 Menit
Kuasa Hukum Akbar Menilai Dakwaan JPU Fiktif
Hukumonline

Dalam surat dakwaan, menurut kuasa hukum, JPU menyatakan dana Rp40 miliar itu berada dalam kekuasaan Akbar Tandjung yang kemudian berpindah kepada Dadang Sukandar dan akhirnya berpindah pada Winfried. Namun dalam tuntutannya,  JPU justru menyimpulkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yuridis, dana itu tidak tetap ada dalam kekuasaan Akbar dan tidak diserahkan kepada Dadang.

"Itu membuktikan bahwa penuntut umum tidak konsisten," ujar Amir Syamsudin, ketua tim penasehat hukum Akbar. Karena itu, penasehat hukum menyatakan Akbar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana yang didakwakan, sehingga harus dibebaskan dari segala tuntutan.

Dalam pledoinya, penasehat hukum Akbar menyatakan bahwa pengunaan dana non-budgeter oleh Mensesneg hanyalah melaksanakan perintah presiden. Dana non-budgeter pun dianggap sebagai dana diluar APBN, sehingga tidak harus mengikuti ketentuan Keppres No 16 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Dana APBN.

Keputusan Habibie

Mengenai digunakannya dana non-budgeter Bulog, padahal telah ada surat BPKP yang meminta agar penggunaan dana non-neraca dihentikan dan dicatatkan dalam neraca, menurut penasehat Akbar, hal tersebut adalah merupakan keputusan dari presiden BJ Habibie yang dituangkannya dalam Keppres.

"Yang dilaksanakan Mensesneg adalah perintah presiden. Perbuatan Mensesneg untuk meneruskan disposisi presiden bukanlah merupakan penyalahgunaan wewenang tetapi malah merupakan pelaksanan tugas dari Mensesneg sesuai keppres No 104 Tahun 1998 tentang tugas sekretariat negara," ujar kuasa hukum Akbar. Menurut mereka, yang penting Akbar tidak mengubah isi disposisi presiden yang memerintahkan pengunaan dana non neraca Bulog tetap dibukukan di luar neraca.

Dalam surat dakwaan dinyatakan bahwa sesuai tugas dan kewenangannya selaku Mensesneg, Akbar seharusnya tidak menyetujui atau setidak-tidaknya memberikan saran pada presiden bahwa pengelolaan dana non-neraca seharusnya dihentikan sesuai surat BPKP.

"Mensesneg tidak bisa meminta presiden untuk tidak melaksanakan keputusan yang telah ditetapkannya. Mensesneg tugasnya hanyalah pelayanan administrasi presiden, bukan penasehat presiden yang bisa memberikan nasehat. Mensesneg tidak mempunyai hak untuk menolak perintah presiden. Jika terdakwa I tidak mau melaksanakan perintah presiden, presiden bisa memecat terdakwa satu I," lanjut kuasa hukum Akbar.

Halaman Selanjutnya:
Tags: