Diam-Diam, Kejaksaan Agung SP3-kan Tiga Kasus Besar
Utama

Diam-Diam, Kejaksaan Agung SP3-kan Tiga Kasus Besar

Kalau tidak ada acara silaturahmi antara Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka) dengan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Sudono Iswahyudi, bisa jadi penghentian penyidikan sejumlah kasus besar oleh kejaksaan tidak akan terungkap.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Diam-Diam, Kejaksaan Agung SP3-kan Tiga Kasus Besar
Hukumonline

 

Udji Santoso mengatakan bahwa ketiga kasus tadi dihentikan penyidikannya karena penyidik menganggap tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke penuntutan. Menariknya, penyidikan ketiga kasus besar tadi ditangani oleh jaksa yang sama, yaitu jaksa Soewandi, yang kini menduduki jabatan sebagai Direktur Upaya Hukum dan Eksekusi pada Jampidsus.

 

Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, besar kemungkinan bukan hanya ketiga kasus tersebut yang mendapat SP3. Sejumlah kasus lain juga bakal dihentikan. Kabar yang beredar adalah kasus Bank Bali atas nama tersangka Tanri Abeng, kasus Indover Bank dan kasus Nurdin Halid.

 

Sebelumnya kepada hukumonline, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Antasari Azhar sudah memberikan sinyal akan di-SP3-kannya kasus Bank Bali. Pertimbangannya, sebagian besar berkas kasus Bank Bali yang sudah masuk ke pengadilan ternyata dinyatakan tidak ada unsur pidana. Dengan kata lain, para terdakwanya divonis bebas.

 

Kasus Indover Bank tidak jauh berbeda. Menurut Udji Santoso, Kejaksaan baru bisa bertindak kalau di Belanda --tempat Indover Bank berada --, perbuatan yang disidik dinyatakan sebagai tindak pidana. Berdasarkan penelusuran aparat kejaksaan ke sana, ternyata kasus Indover bukan masalah pidana. "Kasus ini kan tunduk pada hukum Belanda," kata Udji, memberi alasan.

 

Menyangkut kasus penyelewengan dana minyak goreng melalui Koperasi Distribusi Indonesia (KDI), yang melibatkan Nurdin Halid, Kejaksaan Agung masih terus melakukan penyidikan. Bahkan menurut Udji Santoso, tahapnya sudah memasuki pemberkasan. Jadi, tidak akan di-SP3?

 

Kasus Prajogo

Ada sejumlah kasus Prajogo Pangestu yang sedang disidik Kejaksaan Agung. Yang paling banyak mendapat sorotan adalah kasus dugaan penggelembungan (mark up)  lahan reboisasi Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Musi Hutan Persada (MHP). Kasus ini mencuat setelah ada laporan dari Sekjen Dephutbun saat itu, Soeripto.

 

Proyek yang dikomandoi Prajogo ini ditengarai menggunakan dana reboisasi sehingga merugikan negara hingga Rp 151 miliar. Dari target lahan HTI seluas 193 ribu hektare, konon yang terealisir cuma 118 ribu hektare.

 

Namun, kasus ini akhirnya dihentikan karena berdasarkan penilaian tim pemetaan dari Bakosurtanal, tidak ada penyimpangan dalam proyek tersebut. Disamping itu, berdasarkan kalkulasi tim penilai, ternyata pembiayaan proyek itu sudah sesuai dengan budjet yang diterima PT MHP. Jadi, Kejaksaan menganggap tidak ada kerugian negara.

 

Kasus JORR

Tutup, buka, lalu tutup lagi. Kalimat itu mungkin layak dipakai untuk menggambarkan kasus dugaan korupsi dalam proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR). Pada Mei 2001, di era Jaksa Agung Marzuki Darusman, Kejaksaan sudah terlanjur mengeluarkan SP3 kasus ini atas nama tersangka Direktur Utama PT Nurindo Bhakti, Djoko Ramiadji. Tetapi dengan dalih ada novum, SP3 itu dicabut.

 

Kini, di masa Jaksa Agung MA Rachman, kasus JORR kembali ditutup penyidikannya. Menurut Udji Santoso, sesuai keterangan saksi, yang bertanggung jawab dalam proyek ini adalah mantan Dirut PT Hutama Karya, Tjokorda Raka Sukawati. Tjokorda sendiri sudah divonis PN Jakarta Pusat pada Juni 1998.

 

Pipanisasi Jawa

Kasus dugaan korupsi pipanisasi Jawa termasuk kasus yang menyebabkan banyak orang menjadi tersangka. Tidak kurang dari Siti Hardiyanti Rukmana, Direktur Utama PT Triharsa Bimanusa Tunggal (TBT), Rosano Barack, Dirut Pertamina (alm) Faisal Abda'oe, plus dua petinggi PT TBT, Joseph Dharmabrata dan Anton Cahyono.

 

Namun upaya Kejaksaan menyeret para tersangka ke pengadilan mencapai antiklimaks. Kasus ini secara resmi sudah di-SP3-kan karena sesuai dengan keterangan saksi ahli dari Australia, negara tidak dirugikan dalam proyek ini. Padahal sebelumnya, negara dalam proyek ini ditengarai merugi hingga mencapai US$ 20 juta.

Adalah Untung Udji Santoso, Direktur Penyidikan Jampidsus, yang mengungkap adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tersebut. Tiga kasus besar yang SP3-nya yang diterbitkan adalah kasus dugaan mark up dengan tersangka Prajogo Pangestu, kasus pipanisasi Jawa dengan tersangka Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut dan kasus penerbitan commercial paper JORR dengan tersangka Djoko Ramiadji.

 

Tidak diketahui pasti kapan surat perintah penghentian penyidikan itu ditandatangani Jaksa Agung MA Rachman. Untung Udji Santoso hanya menjelaskan bahwa surat perintahnya sudah lama keluar. "Sekitar sebulan yang lalu," katanya.

Tags: