Hakim Agama Akan ‘Hati-Hati’ Mengadili Cerai Prajurit TNI
Berita

Hakim Agama Akan ‘Hati-Hati’ Mengadili Cerai Prajurit TNI

Bila prajurit TNI bercerai tanpa izin atasan, Kesatuan TNI kesulitan melakukan pembinaan personil dan administrasi terkait dengan hak-hak yang diberikan kepada keluarga prajurit yang bersangkutan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Foto Ilustrasi Prajurit TNI. SGP
Foto Ilustrasi Prajurit TNI. SGP

Surat Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Ketua Mahkamah Agung (MA) terkait perkara-perkara gugatan cerai prajurit TNI rupanya ditanggapi serius oleh lembaga yudikatif ini. Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MA 2010 di Balikpapan, Kalimantan Timur, setidaknya ada dua komisi (Komisi di bidang peradilan militer dan Komisi di bidang peradilan agama) yang secara khusus membahas surat tertanggal 20 September 2010.

 

Isi surat itu adalah, Panglima TNI meminta agar gugatan cerai dimana salah satu pihaknya adalah tentara nasional indonesia (TNI) hendaknya baru bisa diproses apabila yang bersangkutan sudah memperoleh izin dari atasannya. Ini sesuai dengan Peraturan Panglima TNI No. Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk bagi prajurit.

 

Selama ini, Hakim di Pengadilan Agama (PA) kerap memeriksa dan memutus gugatan cerai prajurit TNI tanpa adanya izin dari atasan yang bersangkuta. MA memiliki aturan internal sendiri terkait persoalan ini, yakni SEMA No.5 Tahun 1984 yang mengatur tata cara pernikahan dan cerai pegawai negeri sipil. Izin atasan bisa dikesampingkan bila dalam waktu enam bulan izin tersebut belum juga diterbitkan. Perkara bisa dilanjutkan dan diputus.

 

Dalam Buku Laporan Hasil Rakernas MA 2010, Komisi yang membidangi Peradilan Agama merespon surat Panglima TNI secara positif. Para hakim agama disarankan tetap mengacu kepara Peraturan Panglima TNI yang menyatakan izin atasan adalah syarat mutlak bagi prajurit yang ingin bercerai.

 

“Masalah perceraian yang pihaknya atau salah satu pihak adalah tentara nasional indonesia, hendaknya memperhatikan Peraturan Panglima TNI No. Perpang/11/VII/2007 tanggal 4 Juli 2007 tentang Tata Cara pernikahan, Perceraian dan Rujuk bagi Prajurit,” demikian bunyi kesimpulan Tim Perumus yang diketuai oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat, Zainal Imamah.

 

Di Komisi III yang membidangi Peradilan Militer persoalan ini juga tak luput dibahas. Komisi menegaskan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pangllima TNI itu menyatakan Prajurit TNI yang akan melaksanakan perceraian harus mendapat izin terlebih dahulu bagi pejabat yang berwenang.

 

Sedangkan, Pasal 11 ayat (1) berbunyi ‘Permohonan gugatan perceraian oleh suami atau istri yang bukan prajurit disampaikan langsung oleh yang berkepentingan kepada penagdilan setelah memberitahukan kepada atasan yang bersangkutan’. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: