Ketika Uang Damai Tak Sebanding Derita Korban
Utama

Ketika Uang Damai Tak Sebanding Derita Korban

Kondisi saat perdamaian dibuat perlu dilihat dan dipertimbangkan hakim.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
MA berikan apresiasi yang tinggi terhadap perdamaian dalam perkara pidana. Foto: SGP
MA berikan apresiasi yang tinggi terhadap perdamaian dalam perkara pidana. Foto: SGP

Bayangkan bagaimana penderitaan yang dialami Nel. Remaja 16 tahun ini punya pacar tak bertanggung jawab. Alih-alih melindungi Nel dari gangguan orang lain, sang pacar berinisial Wah itu malah bikin ulah. Tahun lalu, Wah mengajak teman-temannya untuk menikmati tubuh Nel. Aksi biadab itu mereka lakukan lebih dari satu kali di kawasan Legok Tangerang.

 

Gara-gara kasus itu, keluarga Nel menjadi cemoohan tetangga sekitar. Beruntung, polisi sigap mencokok pelaku. Wah tertangkap. Ketika proses hukum berjalan, Wah menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga kekasihnya. Kedua pihak sepakat damai. Keluarga Nel menerima uang damai sebesar Rp20 juta dari pelaku. Namun, sesuai prinsip hukum, perdamaian kedua belah pihak tidak bisa menghapuskan perbuatan pidana.

 

Dalam perkara pidana, perdamaian antara pelaku dan korban memang dimungkinkan. Tetapi tidak akan bisa menjadi dasar menghapuskan tuntutan pidana. Lazimnya, perdamaian hanya sekadar unsur yang meringankan bagi pelaku.

 

Meskipun demikian, Mahkamah Agung menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap perdamaian dalam perkara pidana. Penghargaan itu antara lain ditunjukkan lewat putusan yang sudah dianggap sebagai putusan terpilih, perkara No 1600 K/Pid/2009. Dalam putusan ini majelis hakim agung menyatakan perdamaian yang terjadi antara pelapor dengan terlapor mengandung nilai yang tinggi yang harus diakui. Bila perkara pidana dihentikan, manfaatnya lebih besar daripada dilanjutkan.

 

Jika tersedia cukup bukti, polisi dan jaksa sulit menghentikan perkara. Itu sebabnya banyak perkara pidana yang sederhana masuk ke pengadilan. Kasus pencurian kakao, misalnya. Atau kasus perusakan pagar seng.

 

Polisi pada dasarnya juga berkeinginan untuk tidak meneruskan perkara-perkara sederhana jika para pihaknya sudah mengadakan perdamaian. Yan Fitri, Kabag Renma Bareskrim Mabes Polri, berpendapat aparat penegak hukum perlu menghargai perdamaian antara pelaku dengan korban. Dalam proses penegakan hukum, mekanisme penyelesaian yang dikenal dalam hukum adat, bisa dimanfaatkan. Apalagi polisi bertugas menjaga kepentingan korban dan menjaga hak-hak hukum pelaku yang diatur KUHAP.

 

Perdamaian antara pelaku dan korban bisa jadi penting di mata hukum. Tetapi, menurut Surastini Fitriasih, perlu dilihat bagaimana posisi perdamaian itu ketika disusun. Apakah ada tekanan kepada keluarga korban? Tekanan sangat mungkin terjadi karena faktor kekuasaan dan uang. Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, perdamaian harus disusun atas dasar kesepakatan para pihak dan tanpa paksaan. Jika ada ketidakseimbangan dalam pembuatannya, perdamaian itu bisa saja dikoreksi.

Tags: