Proses Penyelesaian Sengketa Pajak Lamban
Berita

Proses Penyelesaian Sengketa Pajak Lamban

Diharapkan proses penanganan perkara pajak dilakukan secara sederhana, cepat dan murah.

FNH
Bacaan 2 Menit
Pengadilan pajak mengadili sengketa atas putusan pejabat Tata Usaha Negara di bidang Perpajakan. Foto: Sgp
Pengadilan pajak mengadili sengketa atas putusan pejabat Tata Usaha Negara di bidang Perpajakan. Foto: Sgp

Pada dasarnya, pengadilan pajak mengadili sengketa atas putusan pejabat Tata Usaha Negara (TUN) di bidang Perpajakan. Oleh karena itu, sengketa pengadilan pajak masuk ke dalam ruang lingkup Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tetapi, perkara sengketa pajak yang masuk ke dalam ranah pengadilan pajak dinilai tidak seimbang.

“Artinya, perkara yang masuk dan yang keluar atau yang sudah diputuskan oleh pengadilan tidak seimbang,” kata anggota Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Tjip Ismail, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (13/6).

Tjip menjelaskan, jumlah perkara yang masuk ke pengadilan pajak berkisar antara 50 perkara per hari. Sementara, hanya ada 17 majelis hakim yang menangani perkara sengketa pajak yang masuk. Hal ini dinilai tidak memadai jika melihat jumlah perkara sengketa pajak yang masuk setiap harinya. Namun, banyaknya sengketa pajak yang masuk ke pengadilan pajak membuktikan semakin kritisnya wajib pajak untuk membela haknya.

Menurutnya, sejauh ini Pengadilan Pajak tidak memadai untuk memutus perkara karena tempat dan ruangan sidang yang kurang baik. Selain itu, tiap majelis masing-masing memeriksa 25 berkas yang membuat perkara menjadi tidak fokus hingga putusan pun menjadi terlambat. Belum lagi, pengadilan pajak kekurangan tenaga kerja dibidang disiplin ilmu lainnya seperti akuntansi, hukum dagang, perdata, HAKI, tata usaha negara dan lainnya.

Tjip melanjutkan, mengingat perkara sengketa pajak merupakan perkara yang melibatkan wajib pajak dan negara, diharapkan proses penanganan perkara dilakukan secara sederhana, cepat dan murah. Tentunya hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor pajak.

Dia menyesalkan jika proses penanganan perkara sengketa pajak di Indonesia berjalan lamban karena setiap perkara harus diselesaikan di pusat. Hal itu, katanya, memperlambat kerja pengadilan pajak. Ia menyarankan agar pengadilan pajak dapat digelar di luar Jakarta atau daerah tempat berperkara.


“Dengan begitu proses penanganan perkara akan lebih efektif ketimbang harus diselesaikan di Jakarta,” katanya.

Selain itu, penambahan jumlah hakim dengan persyaratan terbuka kepada umum juga dianggap penting untuk menyelesailan perkara sengketa pajak yang menumpuk. Keterbukaan dalam rekrutmen dan keikutsertaan MA dan KY dalam seleksi hakim pengadilan pajak juga akan mengurangi kecurigaan dalam jabatan hakim pengadilan pajak.

Proses persidangan dengan IT serta format putusan yang lebih simple juga bisa mempercepat penyelesaian perkara. Tidak hanya itu saja. Sistem pengawasan harus dilakukan secara ketat khususnya kepada panitera pengganti dalam penyelesaian produk putusan.

Menurut Tjip, penghambat penyelesaian sengketa pajak juga diakibatkan oleh tidak harmoninya peraturan dan perundang-undangan di Indonesia. Dia berpendapat, akan lebih baik lagi jika pemerintah melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan seperti tidak mengatur sesuatu yang tidak menjadi kewenangannya, UU Pengadilan Pajak (PP) mengatur upaya peninjauan kembali, UU KUP mengatur gugatan dan banding serta hendaknya menghormati asas Lex Spesialis Derogate Legi Generalli.

Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Catur Rini Widosari, mengatakan perkara sengketa pajak yang masuk ke DJP memang mengalami kenaikan tiap tahunnya. Hingga tahun 2010, sengketa pengadilan pajak yang masuk ke DJP mencapai 16.617 perkara. Sebanyak 6.988 sudah putus,sedangkan 9.629 belum diputuskan.

“Trennya memang naik tiap tahun tetapi semua berkas yang masuk belum tentu berasal dari wajib pajak yang berbeda, terkadang ada dua hingga tiga berkas yang masuk dengan satu wajib pajak saja,” jelasnya di acara yang sama.

Rini mengakui dari sekian perkara sengketa pajak yang masuk ke DJP, tidak sedikit perkara tersebut akhirnya masuk ke ranah Pengadilan Pajak. Hal itu terjadi jika WP tidak setuju dengan putusan yang dikeluarkan oleh DJP dan akan melakukan banding. Namun, ia mengharapkan agar setiap WP tidak serta merta langsung menyerahkan perkara sengketa pajaknya ke pengadilan. Pasalnya, DJP juga menyediakan tim pembahasan untuk semua laporan terkait wajib pajak yang tidak setuju atas putusan yang telah dikeuarkan DJP.

“Nanti tim pembahasan akan membahas semua laporan yang masuk tetapi tidak semua case yang akan dibahas. Hanya case tertentu saja,” katanya.

Menurut Rini, saat ini DJP sedang berbenah diri dan melakukan perubahan sehingga masukan dari WP sangat dibutuhkan jika memang DJP keliru atau salah dalam menangani dan menyelesaikan perkara pajak.

Tags: